Gontai aku langkahkan kaki ke kediamanku terdahulu yang lama sudah tak kunjungi. berharap masih ada sisa-sisa harapan yang saat itu pecah dan akan ku susun lagi jadi satu. entah apa harapan itu masih dapat kutemukan? atau malah tak ada lagi? tak ada sama sekali?
"Ayaaaaaaaaaaaaah?" aku berteriak dari kejauahan. kulepas ransel hitam kesayanganku itu.
"Ayaaah........ Me rindu, Ayah..." Aku menangis.
"Sabar, Me. Ini jalan Tuhan." Ibu menguatkan. kulihat lagi wajah pucat Ayah. teringat dulu bagaimana kisah romantisku dengan Ayah. bagaimana aku melakukan banyak hal hanya berdua.
Ayah yang pernah mengajariku menulis apapun, membaca buku dari buku perpustakaan kantor Ayah yang beliau pinjam dan akan mengembalikannya setelah aku memamerkan buku tersebut pada teman-temanku disekolah. Kini nafasnya tak lagi ada, tubuhnya dingin namun tak sedingin es, putih, sangat tampan.
"Ayah, bangun lagi..... ayo jemput Me ke sekolah. Atau ayah antar Me setiap pagi lagi. Ayo ayah?" aku terus meraung meminta ayah bangun.
Aku ingat bagaimana aku membangunkan Ayah setiap pagi sebelum jam 06.00 padahal ayah baru tiba diruma pukul 02.00 dinihari.
"Me janji nggak pulang malam lagi, Me janji ngga pergi kemana-mana lagi, Yah. Bangun Ayah....."
"Me, harus ikhlas.... Nggak boleh gitu. biarkan Ayah tidur, ayah capai, Me. Biarkan Ayahmu menghadap Allah dulu. kamu harus sukses ya, nanti jemput Ayah bareng-bareng. Kita kumpul lagi di surga-Nya." ibu masih menguatkan.
"Ayaaaaaaaaaah........"
Aku tetap menangis hingga mataku sembab tak karuan, hitam dilingkaran mataku. Ayah harus segera di kebumikan. Aku benar-benar tak kuasa ketika paman menutupnya dengan tanah cokelat. aku ikut menaburkan bunga mawar yang harumnya sangat ayah sukai.
"Ayah.....aku suka bunga Lili. ayah suka bunga apa?" tanyaku polos.
"Ayah kan laki-laki, masa suka bunga? tapi ayah suka harumnya, wanginya bunga mawar, menyejukkan."
Tangisku makin tak tertahankan ketika mengingat percakapan itu. aku memeluk ibu.
***
"Astaghfirullah........"
Mimpi. itu tidak nyata. alhamdulillah. aku menangis dalam mimpiku.
"Ayah.... maafkan Me. Me ingin cepat pulang. ingin cepat-cepat bertemu Ayah. Me engga sabar menunggu tanggal 21 Juli untuk pulang, lalu kita rayakan ulangtahun Me ke 17 tahun tanggal 27 nanti ya, Yah."
Alhamdulillah itu hanya mimpi, aku terlalu takut kehilangan Ayah. Semoga melalui mimpi itu, baktiku pada Ayah semakin bertambah dan sayangku tak akan pernah pudar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar