AKHIR
PENANTIAN
“Fe...........”
Me kembali merajuk padaku yang sebenarnya sedang sangat sibuk mengerjakan
skripsi dengan deadline bulan Agustus depan. Selalu saja begini.
“Iya,
Me?” aku me-restart laptop hitam hadiah lomba matematika saat SMP dulu yang masih
ada menemaniku hingga saat ini, saat aku duduk dibangku kuliah semester 8.
Me
terdiam, dia terdiam dengan senyum mengembang yang ia ciptakan. Dia terdiam
sambil memainkan jari tangannya yang sebenarnya tidak ada apa-apa. Matanya
fokus eh entahlah fokus atau tidak pada jari tangan yang ia mainkan itu. Aku
juga terdiam, menunggunya menceritakan suatu hal yang ia suka.
Sebenarnya,
aku tahu bahkan sangat hapal apa yang akan dia ceritakan. Tapi anehnya, setiap
dia datang, dia selalu memberi cerita berbeda dan menarik yang membuatku tak
pernah bosan. Aku semakin senang mendengarkan ceritanya. Cerita yang ia
ceritakan dengan sebaik-baiknya cerita.
“Aku
benar-benar mengaguminya tanpa henti sejak 3 tahun lalu, Fe. Benar-benar tanpa
sepengetahuan siapapun kecuali kau, Fe. Dari saat ia bukan siapa-siapa, sampai
saat ia memiliki banyak penggemar yang luar biasa karena kesuksesannya.
Aku..........masih tetap mengagumi bahkan menyayanginya tanpa ia tahu dan
kupastikan lebih besar dari siapapun yang mengaguminya saat ini.” Me sangat
semangat menceritakannya.
“Fe,
dia benar-benar menepatinya. Mengajakku berkeliling, aku senang, Fe. Bayangkan.
Dari dulu, aku hanya bisa memandangnya dari jauh. Dapat berkomunikasi dengannya
itu sudah sangat cukup, dia mau mendengar curhatan kuliahku lebih dari cukup,
bahkan dia mau membantu mengerjakan latihan soal-soal yang kumiliki itu sangat
sangat cukup. Aku tak pernah meminta lebih, hanya bercanda untuk mencairkan
suasana dan memintanya menemaniku untuk sementara waktu saat aku berada disini.
Aku sangat bahagia. Dan, dia akan ada untukku beberapa waktu yang ia miliki,
Fe.” Matanya berbinar.
“Syukurlah,
Me. Aku sangat senang mendengarnya. Aku hanya ingin kau berhati-hati untuk
hati, agar kau tak rasakan sakit jika semua itu tak berpihak padamu. Karena,
aku menyayangimu, me.” Kita berpelukan dalam waktu yang lama.
“Terimakasih,
Fe. Aku mencintaimu lebih dari apapun yang kumiliki.”
Kita
tak pernah berjanji menjadi sahabat namun yang kutahu kita selalu ada.
Sahabatku, dengan cerita-cerita magisnya, dengan cerita anggun yang
kudengarkan. Aku tak akan pernah sesetia ini mendengarkan jika tak ada kekuatan
saat berdiri untuk menemanimu, Me, sahabatku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar