TENTANG SAHABAT
Sahabat.
Cukup
satu kata. Tak perlu ditambah atau dikurangi beberapa huruf. Cukup satu. Ya.
Satu saja sudah sangat lengkap. Tak saling mengapit, tanpa jarak atau apapun
yang memisahkan. Melengkapi dengan huruf-huruf cantik tanpa balutan di-imbuhi
titik manis pada akhirnya.
“Pasti
ceritamu lagi yang ada di majalah sekolah itu, Day?” Kata suatu teman.
“Iya.
Itu pasti. Kau selalu rajin menulis cerita dan mengirimnya entah kemana-pun
itu. Aku yakin kau akan sukses dengan tulisan-tulisan bernyawa-mu itu.” Teman
satunya menimpali yang kupikir terlalu berlebihan.
“Aku
tahu. Tak lain tak bukan, Iin sahabatmu yang menjadi peran utamanya, bukan?”
Temanku yang pertama meyakinkan.
Aku
angkat bicara. “Aamiin. Semoga saja. Mohon doakan, ya.”
“Coba,
Day. Ceritakan bagaimana hubunganmu dengan sahabat terbaikmu itu?”
Aku
mengatur nafas. Mencari sisi dimana aku harus memulai tema diskusi hari ini.
“Tentang
sahabatku?” aku mencoba meyakinkannya sekali lagi.
“Ya,
Day. Tolong ceritakan. Agar aku mengerti, agar aku tahu apa arti sahabat yang
sebenarnya.”
“Aku
tak pernah tahu apa arti sahabat yang sebenarnya. Tapi, aku tak pernah berjanji
menjadi seorang sahabat, aku tak pernah berkata padanya bahwa aku sahabatnya
atau dia adalah sahabatku. Semua berjalan seperti air, terus mengalir tanpa
skakmat di satu titik.” Aku menjawab.
“Ah.
Aku tak mengerti mengapa sesulit ini mengerti bahasamu itu.”
Aku
tersenyum.
“Cece....
Ini untukmu.” Iin menyerahan sebuah bingkisan padaku.
“Apa
ini, Mi?” tanyaku.
Aku
membuka. Al-Qur’an lengkap dengan terjemahannya, baju yang ia bawa saat acara
tour sekolahnya serta kalung biru indah yang ia buat sendiri. Indah. Aku
menyayangi apapun yang ia beri. Sama seperti aku menyayanginya tanpa batas.
“Terimakasih,
Mi.”
Kulihat
dia tersenyum padaku. Mengambil tempat duduk disampingku.
Rasa
ini akan bertahan sampai kapanpun, karena aku, kamu, kita tidak akan pernah
menjadi dua dari satu yang dipisahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar