"Hai, Valdi? sekelas sama Agung?" tanyaku ragu.
"Iya. kamu siapa? ada apa ya?" yaa, anak A1 dan A2 memang sangat tertutup. padahal aku dan Valdi dulu adalah teman satu gugus saat MOS.
"Aku Ilvi, titip ini ya buat Agung." aku memberikan sebuah bungkusan berwarna cokelat untuk Agung.
Hari ini, H-2 sebelum perpisahan. tetapi, aku ingin memberi Agung sesuatu. meski aku tahu ini tidak akan berkesan. aku memberinya sebuah Jam tangan yang ayah beli kala itu di Batam.
Mungkin ini memang terlalu berlebihan, memberinya sebuah hadiah tanpa maksud apa-apa. aku malu, tapi kurasa ini adalah sebagai ucapan terimakasih pada dia, selalu memberiku semangat, sehingga aku memiliki nilai yang baik dengan murni untuk UN kali ini dan berhasil masuk UGM. ini karena semangat yang dia berikan, tak terkecuali kedua orangtua tercintaku.
***
Agung : Terimakasih, Ilvi. aku merepotkanmu. aku nggak kasih kamu sesuatu. maaf.
Ilvi : Nggak apa, Gung. aku cuman ingin kasih kamu itu aja.
Agung : Terimakasih, Ilvi.
hanya ungkapan terimakasih balasannya. itu sudah merupakan suatu kebahagiaan untukku.
***
"Sudah dipersiapkan, sayang?" tanya ibu saat aku menyiapkan untuk perpisahan besok.
"Sudah, Bu."
"Coba ayah lihat puisinya?"
"Loh enggak boleh, ini kan sureprize. ngga boleh lihat." aku menyembunyikannya dari ayah. karena ini adalah kejutan. bukan hanya untuk orangtuaku, tetapi juga guruku nanti.
"Ya sudah. Ilvi tidur ya? besok Ibu bangunkan, sayang."
"Siap, Bu."
aku melangkah ke kamar tidur setelah mencium tangan kedua orangtuaku. kebiasaanku dari kecil yang sangat kusuka. Ibu dan ayah selalu mengajariku tentang kebaikan, saling menghormati, hemat, bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu. Ibu tempatku menuangkan segala keluh kesahku. Ayah tempatku bertukar pikiran jika aku ingin berdebat tentang pelajaranku.
***
aku meraung, menengadah
aku memohon, meminta
aku ingin, berharap
berkali-kali aku tak mengerti, berkali-kali aku belum memahami
namun, berkali-kali pula kau terangkan
dengan cahayamu yang tanpa batas itu
kini izinkan aku melangkahkan kaki
ketempat yang lebih baik untuk melaksanakan warisanmu
mengejar ilmu sejauh mungkin
dan bias cahayamu akan selalu menjadi penerang
dalam hatiku, disini
cintamu akan selalu nyata, Bunda
Sayangmu pasti abadi, Ayah
dan Kasihmu bersamaku, Guru
aku menutup puisiku dengan menunduk diiringi suara tepuk tangan penonton. kulihat ayah dan ibu tersenyum bangga padaku. kulihat juga bu Umi bertepuk tangan paling meriah. doaku dalam hati jadikan aku orang yang sukses dan selalu ingat padaMu Ya Rabbku, lindungilah orangtua dan guru tercintaku.
***
"Ayo kita foto bareng, Il." ajak teman sekelasku.
kami berfoto bersama. sebentar lagi kita akan berpisah. meninggalkan sekolah yang penuh kenangan ini. sekolah yang mengenalkanku pada teman-teman terbaikku, yang mengajarkanku untuk selalu beribadah. semua ceritaku tentang sekolah ini akan aku tulis suatu saat nanti. bahwa aku pernah bangga berada disini, bangga berada disekolah ini. dan aku bangga membawa nama sekolahku ke Universitas paling baik di Indonesia, UGM.
"Boleh foto bersama?" suaranya mengejutkanku.
"Oh, iyaa. boleh." aku berusaha untuk tetap ramah pada dia, Fandy.
kami berfoto bersama, dia mengatakan terimakasih. setelah percakapan singkatku, baru ku tahu ternyata dia diterima di Universitas Brawijaya, Malang. Universitas yang paling bagus juga, dimana kakak sepupuku, mas Busta berada disana.
"Selamat ya Il, di UGM." kata sahabatku, Bevy.
"Iya, kamu dimana nih?"
"Aku disini aja, jagain Bunda. kasihan nanti sendiri."
Bevy memang anak satu-satunya, ayahnya sudah lama meninggal. sayang sekali, padahal Bevy anak yang pintar dan rajin. dia juga mendapat nilai tinggi saat UN lalu.
"Ditunggu ya selametannya." Fachri mencolek pinggangku.
"Au. untuk apa?" aku sempat mengaduh.
"Di UGM. hehe."
"Alhamdulillah. kamu dimana?"
"Aku tahun depan menyusul, ya? ingin kerja dulu ngumpulin uang. nanti kuliah biaya sendiri aja."
aku berdoa semoga sahabat-sahabatku juga mendapat kesuksesan. ini baru awal, kawan. tetap semangatt. jangan menyerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar