Kamis, 20 Maret 2014

Surat dari yang tercinta (3)

Perjalanan pulang, baru aku tahu bahwa dia tidak ikut dalam rombongan sekolah. dia dijemput orangtuanya karena akan melanjutkan perjalanan kerumah neneknya yang berada dikota yang sama. pantas saja, bu Umi tak lagi meledek kami, beliau diam, aku diam, dan hening. hening yang sangat lama.
kupandangi piala yang berada disamping tempat dudukku. indah. mewah. akh, dia memang hebat. selalu saja jadi pemenangnya.
"Nggak kerasa ya, Il. UN sebulan lagi, 2 minggu malah ya?" Kata Bu Umi mencairkan suasana.
"Iya, bu. mohon doanya ya, bu?"
"Ibu pasti mendoakan. kamu mau masuk mana?" tanya bu Umi.
"UNAIR insyaAllah, bu."
"Wah bagus. itu kakak sepupu kamu, Busta. dia masuk UB kan? ibu bangga sekali, dia murid kesayangan ibu dulu saat masih sekolah disekolah ini."
"Iya bu, Mas Busta memang pintar."
Ya, percakapanku dengan bu Umi pasti selalu berujung pada Mas Busta. kakak sepupu yang bisa merangkap jadi ayah, teman, dan bahkan kekasih, hehe. dia serba bisa.

***
"Cieeee, kemarin lomba, ya? menang?" Tanya Bevy antusias.
"Alhamdulillah." jawabku singkat.
"Pasti dia yang menang, kamu kapan?" Bevy menyenggol bahuku.
"InsyaAllah nanti, doain aja-lah."
Tiba-tiba Fachri datang. bisa kutebak, mungkin dia akan membahas tentang Fandy. ya, lagi-lagi Fandy. lagi-lagi Fandy. entah di traktir apa Fachri oleh Fandy sehingga hampir setiap saat yang menjadi topik obrolan kami hanya Fandy.
"Il, dipanggil Bu Mira." Kata Fachri, kupikir dia akan membahas tentang itu lagi. Yah, tumben sekali.
"Dimana?"
"Ruang multimedia."
aku bergegas menuju ruang multimedia. ini pertama kalinya aku dipanggil bu Marhaen untuk menemuinya. diruang multi, sudah ada beberapa anak berkumpul. dadaku sesak ketika ternyata disana ada dia. dia yang kukagumi. ada apa ini?
"Ilvi, bisa bantu ibu?"
"Bantu apa ya, bu?"
"Bacakan puisi di acara perpisahan nanti, masalah judul dan tema itu terserah kamu. kalau bisa tentang guru. bagaimana?"
"Bisa, bu." Jawabku mantap.
aku sangat antusias dan bersyukur, bisa mewakili teman-teman untuk tampil di acara perpisahan sekolah. membacakan puisi, tampil didepan dia juga yang pasti. akh aku jadi tak sabar menunggu hari itu.

***
"Hai, Dayaa." Daya, nama temanku yang sekelas dengan dia.
"Hai, Tyas... bolos bahasa yuk. bakso?" ajak Daya saat kami bimbel dan mata pelajaran bahasa indonesia. kami memang sering bolos saat pelajaran bahasa indonesia, bukan karena lelah, tetap melainkan guru yang menjelaskan juga tidak jelas.
"Bang, bakso 2 ya. tanpa mie." Daya memesan.
"Oh, ya Il. kudengar kamu akan membaca puisi nanti. benar?"
"Benar. doakan ya?"
"Pasti."
"Ohya, kamu XII A1 bukan?" tanyaku.
"Iya. kenapa? aku bukan A2 yang sekelas sama Fandy kok." ledek Daya.
"Aku engga suka Fandy, Day. aku mau cerita, bisa tolong jaga kan?"
"kalau kamu percaya aku, tanpa kamu bilang gitu, kamu pasti sudah tahu jawabannya, Il"
"Maaf, Day......." aku merasa bersalah atas perkataanku.
"Nggak papa, Il. Ayo cerita."
aku menceritakan tentang perasaanku belakangan ini pada dia yang ternyata sekelas dengan Day. kuceritakan semuanya, tentang kemajuan nilai-nilaiku, semangat-semangat dari senyumnya, keinginanku untuk lebih dekat namun tidak berharap menjadi kekasih.
"Kamu mau aku kenalin?"
"tapi, aku malu, Day." sahutku.
"dia baik, Ilvi."
"Aku mau." jawabku mantap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar