Rabu, 19 Maret 2014

Surat dari yang tercinta (2)

Bevy benar-benar tak percaya. tapi, kurasa ini hal wajar. setelah sekian lama aku menutup hati, akhirnya aku menemukan seseorang yang selama ini aku inginkan. karena kurasa dia bukan tipe lelaki yang suka menyakiti orang lain.
"Kamu serius suka sama dia, Il?" tanyanya masih dengan nada tak percaya.
"Iyaaa, aku suka dia, Be." aku meyakinkannya.
"Karena apa? kok bisa? apa kalian pernah dekat?"
"Dekat belum, tapi minggu kemarin untuk yang pertama kali-nya 'kan aku dipilih mewakili sekolah untuk olimpiade maths? ya sama dia." Aku menceritakan mengenai olimpiade maths kemarin.
"Oh ya aku ingat. tapi, yang jadi pemenangnya tetap dia, kan? hahaha." Bevy ganti meledekku.
"Apa alasanmu, Il? sudah pasti dia tak akan melirikmu. dia juga pasti enggak mau pacaran ya."
"Aku tahu itu. aku tahu dia ga akan melirik aku. dia juga pasti engga mau pacaran. aku ngga berharap sama dia pacaran. cukup aku mengaguminya saja."
"Yang lain?" Bevy masih tak percaya.
"Karena dia indah, Be."

***
Aku merasakan perubahan luar biasa. aku merasa berbeda dari biasanya. aku lebih rajin, aku lebih semangat belajar dan bersekolah. untuk merawat diri-pun aku juga bersemangat. kali ini, aku memperbaiki nilai-nilaiku yang jatuh kemarin. ini karena penyemangatku. akh, orang itu, dia yang kusuka. yang setiap hari senin tak pernah bosan maju ke mimbar setelah upacara. aku tahu ini mustahil. tapi, biar hatiku saja yang berbicara.
"Haii.." sapaku saat bertemu didepan perpustakaan.
dia hanya tersenyum. akh, senyum terindah yang kutemukan. meski dia hanya membalas sapaanku dengan senyum, tetapi itu lebih dari cukup dan mampu membuat aku selalu tersenyum jika mengingat senyumnya. yang lebih sempurna. dia membuat semangatku membara dengan senyumnya dan sifat dinginnya itu.
"Bagus, Ilvi. nilai kamu kali ini sudah kembali membaik. Ibu minta, pertahankan ya?" Kata Bu Umi, betapa senangnya aku. dan saat ini aku berjanji tak akan mengecewakannya. ini karena dia, yang memberikanku semangat. terimakasih.

***
"Il, Fandy Il." Fachri mengejutkanku yang sedang mengerjakan tugas maths.
"Ri, bisa kalau tidak menggangguku? aku sedang fokus mengerjakan tugas. siang ini aku harus berikan pada Pak Suryo." Aku sedikit kesal.
"Ya itu ada Fandy. lagian kamu ngapain? memangnya ada tugas maths?"
"Enggak, besok aku ngga masuk. tugas pak Suryo belum aku selesaikan."
"Kenapa kamu ngga masuk?"
"Besok aku Surabaya, lomba maths." Aku tersenyum bangga. namun, ini juga merupakan tantangan berat karena akan membawa nama sekolah.
"Oh, sukses ya. tapi itu Fandy mau ketemu."
mau tak mau aku menemuinya atas paksaan Fachri.
"Ada apa, Fan?" tanyaku ketus.
"Aku hanya ingin memberikan ini, kamu suka novel kan?"
"Ya, tapi...kurasa tak perlu. terimakasih."

***
Hari ini tiba. aku berangkat ke Surabaya, membawa nama sekolah. kupikir, hanya aku yang dipilih. tetapi tidak, ada dia. aku semakin semangat.
sebelum berangkat, kami berdoa bersama-sama dengan guru-guru yang mengantar keberangkatan kami di Surabaya. aku yakin, kali ini sekolah kami tetap akan membawa piala saat pulang nanti. dan aku harus bisa.
selama di perjalanan, dia hanya diam. membolak-balikkan kertas. aku kesal. sama sekali dia tidak mengajak bicara.
"Kenapa jadi diam-diam begini? jadi sepi. ngobrol aja." ledek Bu Umi, guru maths kelas XI.
Dia hanya menanggapinya dengan senyum yang...........akh tak bisa digambarkan dan dituliskan. senyum yang menjadi semangatku. mau tak mau aku hanya bisa mengulang kembali apa yang kupelajari. aku kembali semangat. karena senyumnya.

***
"Selamat, ya Nak"
Dia tetap menjadi yang pertama. pulang membawa nama sekolah menjadi lebih harum. meski aku didekatnya, namun aku tak bisa mengucapkan selamat. aku malu. tapi, aku bangga. ya aku sangat bangga.
"Boleh tolong pegangin piala kita, Il? aku ingin mengambil sesuatu didalam tas."
Yaaaa, ini pertama kalinya dia berbicara padaku. dia berkata piala kita? Ya Tuhan. jantungku serasa berhenti. ini perasaan luar biasa yang pertama kali kurasakan.
"Terimakasih."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar