Jumat, 21 Maret 2014

Surat dari yang tercinta (4)

aku memberanikan diri menghubungi nomor yang diberikan Daya, namun aku tak yakin. aku seorang wanita, tidak mungkin jika aku memulai. aku tak ingin nanti dia mengira bahwa aku terobsesi dekat dengannya. tetapi, dalam hatiku, sebenarnya sangat ingin menghubunginya meskipun harus memulai. kurasa tak ada salahnya. berbasa-basi sedikit mungkin akan lebih baik.
kuketik nomor telepon yang diberi Biola, dan kutulis short message padanya.
Hai. Maaf, benar ini Agung? Aku Ilvi. Bisa tanya sesuatu?
tak perlu menunggu lama untuk sebuah balasan yang dikirim oleh dia, Agung. lelaki pintar, hebat, yang selalu memenangkan berbagai perlombaan ditingkat, kabupaten, provinsi bahkan mencoba mengikuti olimpiade nasional dan internasional ini.
Agung : iya, benar ini Agung. Oh Ilvi yang kemarin lomba? Ya silahkan Ilvi mau tanya apa?
Ilvi : Benar, Gung. Matematika. aku kesulitan. teman sekelasku tidak ada yang mengerti. Materi Fungsi.
Agung : Bisa, Ilvi. besok insyaAllah ya. bagaimana kalau kita ketemu diperpustakaan?
aku senang bisa berkomunikasi dengan Agung. sangat senang, dia ramah. percakapan kita di pesan pendek itu hanya sebentar. karena aku tak mau mengganggunya. aku tahu dia sedang belajar dan meluangkan waktunya untuk membalas pesanku.

***
"Duh, Be. aku deg-degan, Be." Kataku menggenggam tangan Bevy.
"Deg-degan kenapa?"
"Istirahat kedua nanti aku ke perpustakaan."
"terus kalo ke perpustakaan harus deg-degan?" Tanya Bevy penasaran.
"Ya engga gitu. aku janjian sama dia, Be. mau belajar matematika. hehe." aku tersipu malu.
"Loh, ya bagus dong, Il? dia, Agung kan?"
aku mengangguk. tidak sabar menunggu waktu untuk berjalan cepat. ah aku benar-benar tidak sabar. ingin rasanya kuputar jam dan berlari ke TU untuk memencet bel istirahat kedua. aku tak bisa berhenti tersenyum, membayangkan apa yang akan terjadi nanti kira-kira. aku dan dia akan dekat, mengobrol berdua, saling tatap, dia akan mengajariku pelajaran pasti. dan mungkin untuk sementara akan mengganggu konsentrasiku nanti tetapi aku harus menepis tentang itu. bagaimanapun, tujuanku dengannya siang ini adalah untuk belajar, tidak lebih. aku meyakinkan hatiku.

***
Agung : Maafin Agung ya, Il. tadi Agung engga bisa, ada panggilan dari kepala sekolah. Agung pikir sebentar, ternyata lama. 
Ilvi : engga papa, Gung. Ilvi ngerti kok. mungkin lain kali. ilvi juga udah ngerti materinya.
Agung : Serius? Maafin Agung ya, Il.
Ya. aku menunggu lama diperpustakaan siang tadi. duduk dibangku tengah sambil seringkali membolak-balikkan buku matematika. mencoba sedikit-sedikit mengerjakan latihan soal. hatiku gelisah. namun 30 menit sampai istirahat selesaipun dia tak kunjung datang. sempat muncul pikiran negatif dikepalaku. mungkin dia tidak ingin berteman denganku. aku sempat merasa malu dengan diriku sendiri. harusnya aku tak perlu berharap lebih seperti ini.
tetapi, aku mengerti. sampai-sampai setiap minggu dia tak punya waktu istirahat, terus mengikuti lomba. tak jarang juga setiap kali aku melewati ruang pembina, kutemukan dia duduk sendiri dengan tumpukan buku bertuliskan Olimpiade Matematika dihadapannya. sesekali dia melihat dan mengerjakan.
Tuhan, hebat sekali rasa yang Kau titipkan. Aku merasakan rasa ini luar biasa dahsyatnya. kurasa aku tak salah mengaguminya. dia sangat istimewa karena dia-lah yang membuat dirinya menjadi istimewa, apa adanya.

***
baru saja aku sampai disekolah, aku langsung disambut dengan ocehan Fachri yang menggelegar. aku tak mengerti, mengapa dia sangat bersemangat membujukku untuk bisa bersama dengan Fandy. padahal jelas-jelas aku sudah mengatakan bahwa aku tidak sama sekali menyukainya. akh Fachri. kau berubah. tak seperti Fachri yang biasanya kukenal.
"Ri, tolong. saat ini aku ingin fokus pada pelajaran, pada sekolah. kamu tahu kan sebentar lagi kita akan menghadapi banyak rintangan? UN dan segala macam prakteknya, SNMPTN?" aku dengan tegas menegur Fachri.
"Tapi nanti kan bisa jadi semangat, Il?" Fachri masih tetap bersikeras membujukku.
"Percayalah, Ri. kalau jodoh tak akan kemana nantinya."
"Kamu nonton pertandingan futsal sekolah kita dan SMA sebelah nanti sore?" Tanya Fachri
"Mungkin. kenapa?"
"Fandy jadi kiper. dia ingin kamu datang menonton. itu bisa jadi semangat untuknya. datang ya, Il. kalau kamu tidak ingin datang untuk dia, datanglah untuk sekolah."
"Nah, itu memang tujuanku. aku akan datang, untuk sekolah." aku langsung berdiri meninggal Fachri yang masih diam mematung.

***
Pertandingan futsal berlangsung tegang. antara sekolahku dan sekolah sebelah saling mengejar skor. yel-yel masing-masing sekolahpun sudah terdengar daritadi. sekolahku menjadi tuan rumah, wajarlah yel-yelnya paling ramai. hampir tak ada yang absen untuk menonton. pertandingan futsal ini diadakan karena acara tahunan, dan selama 2 tahun belakangan, sekolahku selalu jadi pemenangnya.
Lama-lama aku bosan. aku bukan seseorang yang suka menonton pertandingan olahraga. aku memutuskan untuk ke perpustakaan saja. sempat kuajak Bevy, sahabatku. namun, dia menolak, dengan alasan kekasihnya sedang menjadi pemain futsal dilapangan. aku pergi ke perpustakaan sendiri. kubuka pintu perpustakaan perlahan. sepi. sudah kutebak. mungkin hanya aku yang berada dalam perpustakaan ini, Pak Rosul penjaga perpustakaanpun tak ada.
Iseng aku mencari buku sambil bersenandung kecil. aku melangkah ke rak novel dengan lagu Koes Plus kisah sedih dihari minggu yang terkenal itu. aku sangat menyukai lagunya. selain enak pembawaannya, lagu itu juga pernah dibawakan oleh artis cantik favoritku Marshanda.
tiba-tiba kudengar ada desah nafas dan suara kertas yang dibalik, seperti ada orang lain selain aku disini. aku tak berani untuk menanyakannya. spontan aku menghentikan laguku.
"Ilvi......." aku menoleh kaget tak percaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar