"Hai, Valdi? sekelas sama Agung?" tanyaku ragu.
"Iya. kamu siapa? ada apa ya?" yaa, anak A1 dan A2 memang sangat tertutup. padahal aku dan Valdi dulu adalah teman satu gugus saat MOS.
"Aku Ilvi, titip ini ya buat Agung." aku memberikan sebuah bungkusan berwarna cokelat untuk Agung.
Hari ini, H-2 sebelum perpisahan. tetapi, aku ingin memberi Agung sesuatu. meski aku tahu ini tidak akan berkesan. aku memberinya sebuah Jam tangan yang ayah beli kala itu di Batam.
Mungkin ini memang terlalu berlebihan, memberinya sebuah hadiah tanpa maksud apa-apa. aku malu, tapi kurasa ini adalah sebagai ucapan terimakasih pada dia, selalu memberiku semangat, sehingga aku memiliki nilai yang baik dengan murni untuk UN kali ini dan berhasil masuk UGM. ini karena semangat yang dia berikan, tak terkecuali kedua orangtua tercintaku.
***
Agung : Terimakasih, Ilvi. aku merepotkanmu. aku nggak kasih kamu sesuatu. maaf.
Ilvi : Nggak apa, Gung. aku cuman ingin kasih kamu itu aja.
Agung : Terimakasih, Ilvi.
hanya ungkapan terimakasih balasannya. itu sudah merupakan suatu kebahagiaan untukku.
***
"Sudah dipersiapkan, sayang?" tanya ibu saat aku menyiapkan untuk perpisahan besok.
"Sudah, Bu."
"Coba ayah lihat puisinya?"
"Loh enggak boleh, ini kan sureprize. ngga boleh lihat." aku menyembunyikannya dari ayah. karena ini adalah kejutan. bukan hanya untuk orangtuaku, tetapi juga guruku nanti.
"Ya sudah. Ilvi tidur ya? besok Ibu bangunkan, sayang."
"Siap, Bu."
aku melangkah ke kamar tidur setelah mencium tangan kedua orangtuaku. kebiasaanku dari kecil yang sangat kusuka. Ibu dan ayah selalu mengajariku tentang kebaikan, saling menghormati, hemat, bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu. Ibu tempatku menuangkan segala keluh kesahku. Ayah tempatku bertukar pikiran jika aku ingin berdebat tentang pelajaranku.
***
aku meraung, menengadah
aku memohon, meminta
aku ingin, berharap
berkali-kali aku tak mengerti, berkali-kali aku belum memahami
namun, berkali-kali pula kau terangkan
dengan cahayamu yang tanpa batas itu
kini izinkan aku melangkahkan kaki
ketempat yang lebih baik untuk melaksanakan warisanmu
mengejar ilmu sejauh mungkin
dan bias cahayamu akan selalu menjadi penerang
dalam hatiku, disini
cintamu akan selalu nyata, Bunda
Sayangmu pasti abadi, Ayah
dan Kasihmu bersamaku, Guru
aku menutup puisiku dengan menunduk diiringi suara tepuk tangan penonton. kulihat ayah dan ibu tersenyum bangga padaku. kulihat juga bu Umi bertepuk tangan paling meriah. doaku dalam hati jadikan aku orang yang sukses dan selalu ingat padaMu Ya Rabbku, lindungilah orangtua dan guru tercintaku.
***
"Ayo kita foto bareng, Il." ajak teman sekelasku.
kami berfoto bersama. sebentar lagi kita akan berpisah. meninggalkan sekolah yang penuh kenangan ini. sekolah yang mengenalkanku pada teman-teman terbaikku, yang mengajarkanku untuk selalu beribadah. semua ceritaku tentang sekolah ini akan aku tulis suatu saat nanti. bahwa aku pernah bangga berada disini, bangga berada disekolah ini. dan aku bangga membawa nama sekolahku ke Universitas paling baik di Indonesia, UGM.
"Boleh foto bersama?" suaranya mengejutkanku.
"Oh, iyaa. boleh." aku berusaha untuk tetap ramah pada dia, Fandy.
kami berfoto bersama, dia mengatakan terimakasih. setelah percakapan singkatku, baru ku tahu ternyata dia diterima di Universitas Brawijaya, Malang. Universitas yang paling bagus juga, dimana kakak sepupuku, mas Busta berada disana.
"Selamat ya Il, di UGM." kata sahabatku, Bevy.
"Iya, kamu dimana nih?"
"Aku disini aja, jagain Bunda. kasihan nanti sendiri."
Bevy memang anak satu-satunya, ayahnya sudah lama meninggal. sayang sekali, padahal Bevy anak yang pintar dan rajin. dia juga mendapat nilai tinggi saat UN lalu.
"Ditunggu ya selametannya." Fachri mencolek pinggangku.
"Au. untuk apa?" aku sempat mengaduh.
"Di UGM. hehe."
"Alhamdulillah. kamu dimana?"
"Aku tahun depan menyusul, ya? ingin kerja dulu ngumpulin uang. nanti kuliah biaya sendiri aja."
aku berdoa semoga sahabat-sahabatku juga mendapat kesuksesan. ini baru awal, kawan. tetap semangatt. jangan menyerah.
Senin, 24 Maret 2014
Minggu, 23 Maret 2014
Surat dari yang tercinta (5)
Aku benar-benar kaget setengah mati. kupikir Fandy sedang bermain futsal dilapangan. ternyata tidak, dia berada di dalam perpustakaan seorang diri. lalu, mengapa Fachri mengatakan bahwa Fandy ikut bermain dan dia menjadi kiper?
"Pak Arif memang memintaku untuk ikut hari ini, tetapi aku nggak bisa. Fokus sama pelajaran. kelas XII. kalau ikut, pasti akan banyak latihan." katanya seperti melupakan apa yang pernah dia lakukan untukku.
"Oh, bagus kalau gitu. apalagi, sekarang sudah kurang 2 minggu ya, Fan?"
"Iya."
didalam ruang perpustakaan, kami sama sekali tidak berkata apapun kecuali perbincangan singkat tadi. aku tak mungkin memulai pembicaraan duluan. namun, kubiarkan saja seperti ini, agar tak ada salah paham. bukankah, ruang perpustakaan untuk membaca? ya. aku tau itu.
***
Agung : Good night, Ilvi :)
jantungku berdetak elbih cepat dari biasanya. aku kaget setengah mati ketika membuka pesan pendek yang ternyata sendernya dari dia, Agung. aku tak percaya. sempat terpikir, bahwa salah satu teman Agung ada yang meminjam handphone-nya untuk mengerjaiku.
Ilvi : Hai! Good night, Agung.
ini benar-benar seperti mimpi, dia menghubungiku. aku benar-benar tidak percaya. tapi ada apa? apakah Daya memberitahu tentang perasaanku? tapi sepertinya tidak, aku mengenal Daya. tidak mungkin jika Daya melakukan hal itu padaku.
kini, hampir setiap hari Agung mengirimiku pesan-pesan tak penting dengan hashtag send all. namun akhirnya berlanjut pada percakapan yang mengasyikkan. terkadang aku merasakan perhatiannya. meski hanya menanyakan kegiatan atau masalah perutku yang sudah terisi atau belum.
***
tak terasa. Besok sudah UN. aku benar-benar menyiapkan diri, mental, fisik, dan terutama materi pelajaran. aku ingin lulus dengan hasil maksimal, agar tidak mengecewakan kedua orangtuaku. Agung selalu hadir setiap malam untuk menyemangatiku. aku merasa lebih baik.
Agung : Besok hari pertama bahasa Indonesia. semangat belajar, ya! jangan peduli sama kunci jawaban yang dikasih sama temen-temen. percaya sama kemampuan kita.
Ilvi : terimakasih, Agung.
aku mengerjakan soal-soal UN degan antusias tinggi, bersemangat. ingin rasanya waktu cepat berlalu agar tak lagi pusing memikirkan ulangan beruntun tanpa henti.
Agung : Ilvi diterima dimana?
Ilvi : alhamdulillah, UGM. Agung dimana?
Agung : Alhamdulillah UI. tetap semangat ya, Ilvi.
aku mendapat nilai UN yang tinggi. ini karena Agung. kagum yang memberiku semangat berlebih untuk dapat menyetarakan posisi dengannya. aku yang awalnya malu dan tidak percaya diri untuk dekat dengannya, justru saat ini aku lah yang paling dekat dengannya.
dia yang menyemangatiku setiap malam, agar aku tak peduli dengan kunci-kunci yang beredar. agar aku selalu percaya dengan kemampuan yang kupunya. aku bangga. pantas saja guru-guru sangat menyayanginya. dia jujur. baik. dan aku sangat beruntung saat ini bisa dekat dengan dia.
"Pak Arif memang memintaku untuk ikut hari ini, tetapi aku nggak bisa. Fokus sama pelajaran. kelas XII. kalau ikut, pasti akan banyak latihan." katanya seperti melupakan apa yang pernah dia lakukan untukku.
"Oh, bagus kalau gitu. apalagi, sekarang sudah kurang 2 minggu ya, Fan?"
"Iya."
didalam ruang perpustakaan, kami sama sekali tidak berkata apapun kecuali perbincangan singkat tadi. aku tak mungkin memulai pembicaraan duluan. namun, kubiarkan saja seperti ini, agar tak ada salah paham. bukankah, ruang perpustakaan untuk membaca? ya. aku tau itu.
***
Agung : Good night, Ilvi :)
jantungku berdetak elbih cepat dari biasanya. aku kaget setengah mati ketika membuka pesan pendek yang ternyata sendernya dari dia, Agung. aku tak percaya. sempat terpikir, bahwa salah satu teman Agung ada yang meminjam handphone-nya untuk mengerjaiku.
Ilvi : Hai! Good night, Agung.
ini benar-benar seperti mimpi, dia menghubungiku. aku benar-benar tidak percaya. tapi ada apa? apakah Daya memberitahu tentang perasaanku? tapi sepertinya tidak, aku mengenal Daya. tidak mungkin jika Daya melakukan hal itu padaku.
kini, hampir setiap hari Agung mengirimiku pesan-pesan tak penting dengan hashtag send all. namun akhirnya berlanjut pada percakapan yang mengasyikkan. terkadang aku merasakan perhatiannya. meski hanya menanyakan kegiatan atau masalah perutku yang sudah terisi atau belum.
***
tak terasa. Besok sudah UN. aku benar-benar menyiapkan diri, mental, fisik, dan terutama materi pelajaran. aku ingin lulus dengan hasil maksimal, agar tidak mengecewakan kedua orangtuaku. Agung selalu hadir setiap malam untuk menyemangatiku. aku merasa lebih baik.
Agung : Besok hari pertama bahasa Indonesia. semangat belajar, ya! jangan peduli sama kunci jawaban yang dikasih sama temen-temen. percaya sama kemampuan kita.
Ilvi : terimakasih, Agung.
aku mengerjakan soal-soal UN degan antusias tinggi, bersemangat. ingin rasanya waktu cepat berlalu agar tak lagi pusing memikirkan ulangan beruntun tanpa henti.
Agung : Ilvi diterima dimana?
Ilvi : alhamdulillah, UGM. Agung dimana?
Agung : Alhamdulillah UI. tetap semangat ya, Ilvi.
aku mendapat nilai UN yang tinggi. ini karena Agung. kagum yang memberiku semangat berlebih untuk dapat menyetarakan posisi dengannya. aku yang awalnya malu dan tidak percaya diri untuk dekat dengannya, justru saat ini aku lah yang paling dekat dengannya.
dia yang menyemangatiku setiap malam, agar aku tak peduli dengan kunci-kunci yang beredar. agar aku selalu percaya dengan kemampuan yang kupunya. aku bangga. pantas saja guru-guru sangat menyayanginya. dia jujur. baik. dan aku sangat beruntung saat ini bisa dekat dengan dia.
Jumat, 21 Maret 2014
Surat dari yang tercinta (4)
aku memberanikan diri menghubungi nomor yang diberikan Daya, namun aku tak yakin. aku seorang wanita, tidak mungkin jika aku memulai. aku tak ingin nanti dia mengira bahwa aku terobsesi dekat dengannya. tetapi, dalam hatiku, sebenarnya sangat ingin menghubunginya meskipun harus memulai. kurasa tak ada salahnya. berbasa-basi sedikit mungkin akan lebih baik.
kuketik nomor telepon yang diberi Biola, dan kutulis short message padanya.
Hai. Maaf, benar ini Agung? Aku Ilvi. Bisa tanya sesuatu?
tak perlu menunggu lama untuk sebuah balasan yang dikirim oleh dia, Agung. lelaki pintar, hebat, yang selalu memenangkan berbagai perlombaan ditingkat, kabupaten, provinsi bahkan mencoba mengikuti olimpiade nasional dan internasional ini.
Agung : iya, benar ini Agung. Oh Ilvi yang kemarin lomba? Ya silahkan Ilvi mau tanya apa?
Ilvi : Benar, Gung. Matematika. aku kesulitan. teman sekelasku tidak ada yang mengerti. Materi Fungsi.
Agung : Bisa, Ilvi. besok insyaAllah ya. bagaimana kalau kita ketemu diperpustakaan?
aku senang bisa berkomunikasi dengan Agung. sangat senang, dia ramah. percakapan kita di pesan pendek itu hanya sebentar. karena aku tak mau mengganggunya. aku tahu dia sedang belajar dan meluangkan waktunya untuk membalas pesanku.
***
"Duh, Be. aku deg-degan, Be." Kataku menggenggam tangan Bevy.
"Deg-degan kenapa?"
"Istirahat kedua nanti aku ke perpustakaan."
"terus kalo ke perpustakaan harus deg-degan?" Tanya Bevy penasaran.
"Ya engga gitu. aku janjian sama dia, Be. mau belajar matematika. hehe." aku tersipu malu.
"Loh, ya bagus dong, Il? dia, Agung kan?"
aku mengangguk. tidak sabar menunggu waktu untuk berjalan cepat. ah aku benar-benar tidak sabar. ingin rasanya kuputar jam dan berlari ke TU untuk memencet bel istirahat kedua. aku tak bisa berhenti tersenyum, membayangkan apa yang akan terjadi nanti kira-kira. aku dan dia akan dekat, mengobrol berdua, saling tatap, dia akan mengajariku pelajaran pasti. dan mungkin untuk sementara akan mengganggu konsentrasiku nanti tetapi aku harus menepis tentang itu. bagaimanapun, tujuanku dengannya siang ini adalah untuk belajar, tidak lebih. aku meyakinkan hatiku.
***
Agung : Maafin Agung ya, Il. tadi Agung engga bisa, ada panggilan dari kepala sekolah. Agung pikir sebentar, ternyata lama.
Ilvi : engga papa, Gung. Ilvi ngerti kok. mungkin lain kali. ilvi juga udah ngerti materinya.
Agung : Serius? Maafin Agung ya, Il.
Ya. aku menunggu lama diperpustakaan siang tadi. duduk dibangku tengah sambil seringkali membolak-balikkan buku matematika. mencoba sedikit-sedikit mengerjakan latihan soal. hatiku gelisah. namun 30 menit sampai istirahat selesaipun dia tak kunjung datang. sempat muncul pikiran negatif dikepalaku. mungkin dia tidak ingin berteman denganku. aku sempat merasa malu dengan diriku sendiri. harusnya aku tak perlu berharap lebih seperti ini.
tetapi, aku mengerti. sampai-sampai setiap minggu dia tak punya waktu istirahat, terus mengikuti lomba. tak jarang juga setiap kali aku melewati ruang pembina, kutemukan dia duduk sendiri dengan tumpukan buku bertuliskan Olimpiade Matematika dihadapannya. sesekali dia melihat dan mengerjakan.
Tuhan, hebat sekali rasa yang Kau titipkan. Aku merasakan rasa ini luar biasa dahsyatnya. kurasa aku tak salah mengaguminya. dia sangat istimewa karena dia-lah yang membuat dirinya menjadi istimewa, apa adanya.
***
baru saja aku sampai disekolah, aku langsung disambut dengan ocehan Fachri yang menggelegar. aku tak mengerti, mengapa dia sangat bersemangat membujukku untuk bisa bersama dengan Fandy. padahal jelas-jelas aku sudah mengatakan bahwa aku tidak sama sekali menyukainya. akh Fachri. kau berubah. tak seperti Fachri yang biasanya kukenal.
"Ri, tolong. saat ini aku ingin fokus pada pelajaran, pada sekolah. kamu tahu kan sebentar lagi kita akan menghadapi banyak rintangan? UN dan segala macam prakteknya, SNMPTN?" aku dengan tegas menegur Fachri.
"Tapi nanti kan bisa jadi semangat, Il?" Fachri masih tetap bersikeras membujukku.
"Percayalah, Ri. kalau jodoh tak akan kemana nantinya."
"Kamu nonton pertandingan futsal sekolah kita dan SMA sebelah nanti sore?" Tanya Fachri
"Mungkin. kenapa?"
"Fandy jadi kiper. dia ingin kamu datang menonton. itu bisa jadi semangat untuknya. datang ya, Il. kalau kamu tidak ingin datang untuk dia, datanglah untuk sekolah."
"Nah, itu memang tujuanku. aku akan datang, untuk sekolah." aku langsung berdiri meninggal Fachri yang masih diam mematung.
***
Pertandingan futsal berlangsung tegang. antara sekolahku dan sekolah sebelah saling mengejar skor. yel-yel masing-masing sekolahpun sudah terdengar daritadi. sekolahku menjadi tuan rumah, wajarlah yel-yelnya paling ramai. hampir tak ada yang absen untuk menonton. pertandingan futsal ini diadakan karena acara tahunan, dan selama 2 tahun belakangan, sekolahku selalu jadi pemenangnya.
Lama-lama aku bosan. aku bukan seseorang yang suka menonton pertandingan olahraga. aku memutuskan untuk ke perpustakaan saja. sempat kuajak Bevy, sahabatku. namun, dia menolak, dengan alasan kekasihnya sedang menjadi pemain futsal dilapangan. aku pergi ke perpustakaan sendiri. kubuka pintu perpustakaan perlahan. sepi. sudah kutebak. mungkin hanya aku yang berada dalam perpustakaan ini, Pak Rosul penjaga perpustakaanpun tak ada.
Iseng aku mencari buku sambil bersenandung kecil. aku melangkah ke rak novel dengan lagu Koes Plus kisah sedih dihari minggu yang terkenal itu. aku sangat menyukai lagunya. selain enak pembawaannya, lagu itu juga pernah dibawakan oleh artis cantik favoritku Marshanda.
tiba-tiba kudengar ada desah nafas dan suara kertas yang dibalik, seperti ada orang lain selain aku disini. aku tak berani untuk menanyakannya. spontan aku menghentikan laguku.
"Ilvi......." aku menoleh kaget tak percaya.
***
"Duh, Be. aku deg-degan, Be." Kataku menggenggam tangan Bevy.
"Deg-degan kenapa?"
"Istirahat kedua nanti aku ke perpustakaan."
"terus kalo ke perpustakaan harus deg-degan?" Tanya Bevy penasaran.
"Ya engga gitu. aku janjian sama dia, Be. mau belajar matematika. hehe." aku tersipu malu.
"Loh, ya bagus dong, Il? dia, Agung kan?"
aku mengangguk. tidak sabar menunggu waktu untuk berjalan cepat. ah aku benar-benar tidak sabar. ingin rasanya kuputar jam dan berlari ke TU untuk memencet bel istirahat kedua. aku tak bisa berhenti tersenyum, membayangkan apa yang akan terjadi nanti kira-kira. aku dan dia akan dekat, mengobrol berdua, saling tatap, dia akan mengajariku pelajaran pasti. dan mungkin untuk sementara akan mengganggu konsentrasiku nanti tetapi aku harus menepis tentang itu. bagaimanapun, tujuanku dengannya siang ini adalah untuk belajar, tidak lebih. aku meyakinkan hatiku.
***
Agung : Maafin Agung ya, Il. tadi Agung engga bisa, ada panggilan dari kepala sekolah. Agung pikir sebentar, ternyata lama.
Ilvi : engga papa, Gung. Ilvi ngerti kok. mungkin lain kali. ilvi juga udah ngerti materinya.
Agung : Serius? Maafin Agung ya, Il.
Ya. aku menunggu lama diperpustakaan siang tadi. duduk dibangku tengah sambil seringkali membolak-balikkan buku matematika. mencoba sedikit-sedikit mengerjakan latihan soal. hatiku gelisah. namun 30 menit sampai istirahat selesaipun dia tak kunjung datang. sempat muncul pikiran negatif dikepalaku. mungkin dia tidak ingin berteman denganku. aku sempat merasa malu dengan diriku sendiri. harusnya aku tak perlu berharap lebih seperti ini.
tetapi, aku mengerti. sampai-sampai setiap minggu dia tak punya waktu istirahat, terus mengikuti lomba. tak jarang juga setiap kali aku melewati ruang pembina, kutemukan dia duduk sendiri dengan tumpukan buku bertuliskan Olimpiade Matematika dihadapannya. sesekali dia melihat dan mengerjakan.
Tuhan, hebat sekali rasa yang Kau titipkan. Aku merasakan rasa ini luar biasa dahsyatnya. kurasa aku tak salah mengaguminya. dia sangat istimewa karena dia-lah yang membuat dirinya menjadi istimewa, apa adanya.
***
baru saja aku sampai disekolah, aku langsung disambut dengan ocehan Fachri yang menggelegar. aku tak mengerti, mengapa dia sangat bersemangat membujukku untuk bisa bersama dengan Fandy. padahal jelas-jelas aku sudah mengatakan bahwa aku tidak sama sekali menyukainya. akh Fachri. kau berubah. tak seperti Fachri yang biasanya kukenal.
"Ri, tolong. saat ini aku ingin fokus pada pelajaran, pada sekolah. kamu tahu kan sebentar lagi kita akan menghadapi banyak rintangan? UN dan segala macam prakteknya, SNMPTN?" aku dengan tegas menegur Fachri.
"Tapi nanti kan bisa jadi semangat, Il?" Fachri masih tetap bersikeras membujukku.
"Percayalah, Ri. kalau jodoh tak akan kemana nantinya."
"Kamu nonton pertandingan futsal sekolah kita dan SMA sebelah nanti sore?" Tanya Fachri
"Mungkin. kenapa?"
"Fandy jadi kiper. dia ingin kamu datang menonton. itu bisa jadi semangat untuknya. datang ya, Il. kalau kamu tidak ingin datang untuk dia, datanglah untuk sekolah."
"Nah, itu memang tujuanku. aku akan datang, untuk sekolah." aku langsung berdiri meninggal Fachri yang masih diam mematung.
***
Pertandingan futsal berlangsung tegang. antara sekolahku dan sekolah sebelah saling mengejar skor. yel-yel masing-masing sekolahpun sudah terdengar daritadi. sekolahku menjadi tuan rumah, wajarlah yel-yelnya paling ramai. hampir tak ada yang absen untuk menonton. pertandingan futsal ini diadakan karena acara tahunan, dan selama 2 tahun belakangan, sekolahku selalu jadi pemenangnya.
Lama-lama aku bosan. aku bukan seseorang yang suka menonton pertandingan olahraga. aku memutuskan untuk ke perpustakaan saja. sempat kuajak Bevy, sahabatku. namun, dia menolak, dengan alasan kekasihnya sedang menjadi pemain futsal dilapangan. aku pergi ke perpustakaan sendiri. kubuka pintu perpustakaan perlahan. sepi. sudah kutebak. mungkin hanya aku yang berada dalam perpustakaan ini, Pak Rosul penjaga perpustakaanpun tak ada.
Iseng aku mencari buku sambil bersenandung kecil. aku melangkah ke rak novel dengan lagu Koes Plus kisah sedih dihari minggu yang terkenal itu. aku sangat menyukai lagunya. selain enak pembawaannya, lagu itu juga pernah dibawakan oleh artis cantik favoritku Marshanda.
tiba-tiba kudengar ada desah nafas dan suara kertas yang dibalik, seperti ada orang lain selain aku disini. aku tak berani untuk menanyakannya. spontan aku menghentikan laguku.
"Ilvi......." aku menoleh kaget tak percaya.
Kamis, 20 Maret 2014
Surat dari yang tercinta (3)
Perjalanan pulang, baru aku tahu bahwa dia tidak ikut dalam rombongan sekolah. dia dijemput orangtuanya karena akan melanjutkan perjalanan kerumah neneknya yang berada dikota yang sama. pantas saja, bu Umi tak lagi meledek kami, beliau diam, aku diam, dan hening. hening yang sangat lama.
kupandangi piala yang berada disamping tempat dudukku. indah. mewah. akh, dia memang hebat. selalu saja jadi pemenangnya.
"Nggak kerasa ya, Il. UN sebulan lagi, 2 minggu malah ya?" Kata Bu Umi mencairkan suasana.
"Iya, bu. mohon doanya ya, bu?"
"Ibu pasti mendoakan. kamu mau masuk mana?" tanya bu Umi.
"UNAIR insyaAllah, bu."
"Wah bagus. itu kakak sepupu kamu, Busta. dia masuk UB kan? ibu bangga sekali, dia murid kesayangan ibu dulu saat masih sekolah disekolah ini."
"Iya bu, Mas Busta memang pintar."
Ya, percakapanku dengan bu Umi pasti selalu berujung pada Mas Busta. kakak sepupu yang bisa merangkap jadi ayah, teman, dan bahkan kekasih, hehe. dia serba bisa.
***
"Cieeee, kemarin lomba, ya? menang?" Tanya Bevy antusias.
"Alhamdulillah." jawabku singkat.
"Pasti dia yang menang, kamu kapan?" Bevy menyenggol bahuku.
"InsyaAllah nanti, doain aja-lah."
Tiba-tiba Fachri datang. bisa kutebak, mungkin dia akan membahas tentang Fandy. ya, lagi-lagi Fandy. lagi-lagi Fandy. entah di traktir apa Fachri oleh Fandy sehingga hampir setiap saat yang menjadi topik obrolan kami hanya Fandy.
"Il, dipanggil Bu Mira." Kata Fachri, kupikir dia akan membahas tentang itu lagi. Yah, tumben sekali.
"Dimana?"
"Ruang multimedia."
aku bergegas menuju ruang multimedia. ini pertama kalinya aku dipanggil bu Marhaen untuk menemuinya. diruang multi, sudah ada beberapa anak berkumpul. dadaku sesak ketika ternyata disana ada dia. dia yang kukagumi. ada apa ini?
"Ilvi, bisa bantu ibu?"
"Bantu apa ya, bu?"
"Bacakan puisi di acara perpisahan nanti, masalah judul dan tema itu terserah kamu. kalau bisa tentang guru. bagaimana?"
"Bisa, bu." Jawabku mantap.
aku sangat antusias dan bersyukur, bisa mewakili teman-teman untuk tampil di acara perpisahan sekolah. membacakan puisi, tampil didepan dia juga yang pasti. akh aku jadi tak sabar menunggu hari itu.
***
"Hai, Dayaa." Daya, nama temanku yang sekelas dengan dia.
"Hai, Tyas... bolos bahasa yuk. bakso?" ajak Daya saat kami bimbel dan mata pelajaran bahasa indonesia. kami memang sering bolos saat pelajaran bahasa indonesia, bukan karena lelah, tetap melainkan guru yang menjelaskan juga tidak jelas.
"Bang, bakso 2 ya. tanpa mie." Daya memesan.
"Oh, ya Il. kudengar kamu akan membaca puisi nanti. benar?"
"Benar. doakan ya?"
"Pasti."
"Ohya, kamu XII A1 bukan?" tanyaku.
"Iya. kenapa? aku bukan A2 yang sekelas sama Fandy kok." ledek Daya.
"Aku engga suka Fandy, Day. aku mau cerita, bisa tolong jaga kan?"
"kalau kamu percaya aku, tanpa kamu bilang gitu, kamu pasti sudah tahu jawabannya, Il"
"Maaf, Day......." aku merasa bersalah atas perkataanku.
"Nggak papa, Il. Ayo cerita."
aku menceritakan tentang perasaanku belakangan ini pada dia yang ternyata sekelas dengan Day. kuceritakan semuanya, tentang kemajuan nilai-nilaiku, semangat-semangat dari senyumnya, keinginanku untuk lebih dekat namun tidak berharap menjadi kekasih.
"Kamu mau aku kenalin?"
"tapi, aku malu, Day." sahutku.
"dia baik, Ilvi."
"Aku mau." jawabku mantap.
kupandangi piala yang berada disamping tempat dudukku. indah. mewah. akh, dia memang hebat. selalu saja jadi pemenangnya.
"Nggak kerasa ya, Il. UN sebulan lagi, 2 minggu malah ya?" Kata Bu Umi mencairkan suasana.
"Iya, bu. mohon doanya ya, bu?"
"Ibu pasti mendoakan. kamu mau masuk mana?" tanya bu Umi.
"UNAIR insyaAllah, bu."
"Wah bagus. itu kakak sepupu kamu, Busta. dia masuk UB kan? ibu bangga sekali, dia murid kesayangan ibu dulu saat masih sekolah disekolah ini."
"Iya bu, Mas Busta memang pintar."
Ya, percakapanku dengan bu Umi pasti selalu berujung pada Mas Busta. kakak sepupu yang bisa merangkap jadi ayah, teman, dan bahkan kekasih, hehe. dia serba bisa.
***
"Cieeee, kemarin lomba, ya? menang?" Tanya Bevy antusias.
"Alhamdulillah." jawabku singkat.
"Pasti dia yang menang, kamu kapan?" Bevy menyenggol bahuku.
"InsyaAllah nanti, doain aja-lah."
Tiba-tiba Fachri datang. bisa kutebak, mungkin dia akan membahas tentang Fandy. ya, lagi-lagi Fandy. lagi-lagi Fandy. entah di traktir apa Fachri oleh Fandy sehingga hampir setiap saat yang menjadi topik obrolan kami hanya Fandy.
"Il, dipanggil Bu Mira." Kata Fachri, kupikir dia akan membahas tentang itu lagi. Yah, tumben sekali.
"Dimana?"
"Ruang multimedia."
aku bergegas menuju ruang multimedia. ini pertama kalinya aku dipanggil bu Marhaen untuk menemuinya. diruang multi, sudah ada beberapa anak berkumpul. dadaku sesak ketika ternyata disana ada dia. dia yang kukagumi. ada apa ini?
"Ilvi, bisa bantu ibu?"
"Bantu apa ya, bu?"
"Bacakan puisi di acara perpisahan nanti, masalah judul dan tema itu terserah kamu. kalau bisa tentang guru. bagaimana?"
"Bisa, bu." Jawabku mantap.
aku sangat antusias dan bersyukur, bisa mewakili teman-teman untuk tampil di acara perpisahan sekolah. membacakan puisi, tampil didepan dia juga yang pasti. akh aku jadi tak sabar menunggu hari itu.
***
"Hai, Dayaa." Daya, nama temanku yang sekelas dengan dia.
"Hai, Tyas... bolos bahasa yuk. bakso?" ajak Daya saat kami bimbel dan mata pelajaran bahasa indonesia. kami memang sering bolos saat pelajaran bahasa indonesia, bukan karena lelah, tetap melainkan guru yang menjelaskan juga tidak jelas.
"Bang, bakso 2 ya. tanpa mie." Daya memesan.
"Oh, ya Il. kudengar kamu akan membaca puisi nanti. benar?"
"Benar. doakan ya?"
"Pasti."
"Ohya, kamu XII A1 bukan?" tanyaku.
"Iya. kenapa? aku bukan A2 yang sekelas sama Fandy kok." ledek Daya.
"Aku engga suka Fandy, Day. aku mau cerita, bisa tolong jaga kan?"
"kalau kamu percaya aku, tanpa kamu bilang gitu, kamu pasti sudah tahu jawabannya, Il"
"Maaf, Day......." aku merasa bersalah atas perkataanku.
"Nggak papa, Il. Ayo cerita."
aku menceritakan tentang perasaanku belakangan ini pada dia yang ternyata sekelas dengan Day. kuceritakan semuanya, tentang kemajuan nilai-nilaiku, semangat-semangat dari senyumnya, keinginanku untuk lebih dekat namun tidak berharap menjadi kekasih.
"Kamu mau aku kenalin?"
"tapi, aku malu, Day." sahutku.
"dia baik, Ilvi."
"Aku mau." jawabku mantap.
Rabu, 19 Maret 2014
Surat dari yang tercinta (2)
Bevy benar-benar tak percaya. tapi, kurasa ini hal wajar. setelah sekian lama aku menutup hati, akhirnya aku menemukan seseorang yang selama ini aku inginkan. karena kurasa dia bukan tipe lelaki yang suka menyakiti orang lain.
"Kamu serius suka sama dia, Il?" tanyanya masih dengan nada tak percaya.
"Iyaaa, aku suka dia, Be." aku meyakinkannya.
"Karena apa? kok bisa? apa kalian pernah dekat?"
"Dekat belum, tapi minggu kemarin untuk yang pertama kali-nya 'kan aku dipilih mewakili sekolah untuk olimpiade maths? ya sama dia." Aku menceritakan mengenai olimpiade maths kemarin.
"Oh ya aku ingat. tapi, yang jadi pemenangnya tetap dia, kan? hahaha." Bevy ganti meledekku.
"Apa alasanmu, Il? sudah pasti dia tak akan melirikmu. dia juga pasti enggak mau pacaran ya."
"Aku tahu itu. aku tahu dia ga akan melirik aku. dia juga pasti engga mau pacaran. aku ngga berharap sama dia pacaran. cukup aku mengaguminya saja."
"Yang lain?" Bevy masih tak percaya.
"Karena dia indah, Be."
***
Aku merasakan perubahan luar biasa. aku merasa berbeda dari biasanya. aku lebih rajin, aku lebih semangat belajar dan bersekolah. untuk merawat diri-pun aku juga bersemangat. kali ini, aku memperbaiki nilai-nilaiku yang jatuh kemarin. ini karena penyemangatku. akh, orang itu, dia yang kusuka. yang setiap hari senin tak pernah bosan maju ke mimbar setelah upacara. aku tahu ini mustahil. tapi, biar hatiku saja yang berbicara.
"Haii.." sapaku saat bertemu didepan perpustakaan.
dia hanya tersenyum. akh, senyum terindah yang kutemukan. meski dia hanya membalas sapaanku dengan senyum, tetapi itu lebih dari cukup dan mampu membuat aku selalu tersenyum jika mengingat senyumnya. yang lebih sempurna. dia membuat semangatku membara dengan senyumnya dan sifat dinginnya itu.
"Bagus, Ilvi. nilai kamu kali ini sudah kembali membaik. Ibu minta, pertahankan ya?" Kata Bu Umi, betapa senangnya aku. dan saat ini aku berjanji tak akan mengecewakannya. ini karena dia, yang memberikanku semangat. terimakasih.
***
"Il, Fandy Il." Fachri mengejutkanku yang sedang mengerjakan tugas maths.
"Ri, bisa kalau tidak menggangguku? aku sedang fokus mengerjakan tugas. siang ini aku harus berikan pada Pak Suryo." Aku sedikit kesal.
"Ya itu ada Fandy. lagian kamu ngapain? memangnya ada tugas maths?"
"Enggak, besok aku ngga masuk. tugas pak Suryo belum aku selesaikan."
"Kenapa kamu ngga masuk?"
"Besok aku Surabaya, lomba maths." Aku tersenyum bangga. namun, ini juga merupakan tantangan berat karena akan membawa nama sekolah.
"Oh, sukses ya. tapi itu Fandy mau ketemu."
mau tak mau aku menemuinya atas paksaan Fachri.
"Ada apa, Fan?" tanyaku ketus.
"Aku hanya ingin memberikan ini, kamu suka novel kan?"
"Ya, tapi...kurasa tak perlu. terimakasih."
***
Hari ini tiba. aku berangkat ke Surabaya, membawa nama sekolah. kupikir, hanya aku yang dipilih. tetapi tidak, ada dia. aku semakin semangat.
sebelum berangkat, kami berdoa bersama-sama dengan guru-guru yang mengantar keberangkatan kami di Surabaya. aku yakin, kali ini sekolah kami tetap akan membawa piala saat pulang nanti. dan aku harus bisa.
selama di perjalanan, dia hanya diam. membolak-balikkan kertas. aku kesal. sama sekali dia tidak mengajak bicara.
"Kenapa jadi diam-diam begini? jadi sepi. ngobrol aja." ledek Bu Umi, guru maths kelas XI.
Dia hanya menanggapinya dengan senyum yang...........akh tak bisa digambarkan dan dituliskan. senyum yang menjadi semangatku. mau tak mau aku hanya bisa mengulang kembali apa yang kupelajari. aku kembali semangat. karena senyumnya.
***
"Selamat, ya Nak"
Dia tetap menjadi yang pertama. pulang membawa nama sekolah menjadi lebih harum. meski aku didekatnya, namun aku tak bisa mengucapkan selamat. aku malu. tapi, aku bangga. ya aku sangat bangga.
"Boleh tolong pegangin piala kita, Il? aku ingin mengambil sesuatu didalam tas."
Yaaaa, ini pertama kalinya dia berbicara padaku. dia berkata piala kita? Ya Tuhan. jantungku serasa berhenti. ini perasaan luar biasa yang pertama kali kurasakan.
"Terimakasih."
"Kamu serius suka sama dia, Il?" tanyanya masih dengan nada tak percaya.
"Iyaaa, aku suka dia, Be." aku meyakinkannya.
"Karena apa? kok bisa? apa kalian pernah dekat?"
"Dekat belum, tapi minggu kemarin untuk yang pertama kali-nya 'kan aku dipilih mewakili sekolah untuk olimpiade maths? ya sama dia." Aku menceritakan mengenai olimpiade maths kemarin.
"Oh ya aku ingat. tapi, yang jadi pemenangnya tetap dia, kan? hahaha." Bevy ganti meledekku.
"Apa alasanmu, Il? sudah pasti dia tak akan melirikmu. dia juga pasti enggak mau pacaran ya."
"Aku tahu itu. aku tahu dia ga akan melirik aku. dia juga pasti engga mau pacaran. aku ngga berharap sama dia pacaran. cukup aku mengaguminya saja."
"Yang lain?" Bevy masih tak percaya.
"Karena dia indah, Be."
***
Aku merasakan perubahan luar biasa. aku merasa berbeda dari biasanya. aku lebih rajin, aku lebih semangat belajar dan bersekolah. untuk merawat diri-pun aku juga bersemangat. kali ini, aku memperbaiki nilai-nilaiku yang jatuh kemarin. ini karena penyemangatku. akh, orang itu, dia yang kusuka. yang setiap hari senin tak pernah bosan maju ke mimbar setelah upacara. aku tahu ini mustahil. tapi, biar hatiku saja yang berbicara.
"Haii.." sapaku saat bertemu didepan perpustakaan.
dia hanya tersenyum. akh, senyum terindah yang kutemukan. meski dia hanya membalas sapaanku dengan senyum, tetapi itu lebih dari cukup dan mampu membuat aku selalu tersenyum jika mengingat senyumnya. yang lebih sempurna. dia membuat semangatku membara dengan senyumnya dan sifat dinginnya itu.
"Bagus, Ilvi. nilai kamu kali ini sudah kembali membaik. Ibu minta, pertahankan ya?" Kata Bu Umi, betapa senangnya aku. dan saat ini aku berjanji tak akan mengecewakannya. ini karena dia, yang memberikanku semangat. terimakasih.
***
"Il, Fandy Il." Fachri mengejutkanku yang sedang mengerjakan tugas maths.
"Ri, bisa kalau tidak menggangguku? aku sedang fokus mengerjakan tugas. siang ini aku harus berikan pada Pak Suryo." Aku sedikit kesal.
"Ya itu ada Fandy. lagian kamu ngapain? memangnya ada tugas maths?"
"Enggak, besok aku ngga masuk. tugas pak Suryo belum aku selesaikan."
"Kenapa kamu ngga masuk?"
"Besok aku Surabaya, lomba maths." Aku tersenyum bangga. namun, ini juga merupakan tantangan berat karena akan membawa nama sekolah.
"Oh, sukses ya. tapi itu Fandy mau ketemu."
mau tak mau aku menemuinya atas paksaan Fachri.
"Ada apa, Fan?" tanyaku ketus.
"Aku hanya ingin memberikan ini, kamu suka novel kan?"
"Ya, tapi...kurasa tak perlu. terimakasih."
***
Hari ini tiba. aku berangkat ke Surabaya, membawa nama sekolah. kupikir, hanya aku yang dipilih. tetapi tidak, ada dia. aku semakin semangat.
sebelum berangkat, kami berdoa bersama-sama dengan guru-guru yang mengantar keberangkatan kami di Surabaya. aku yakin, kali ini sekolah kami tetap akan membawa piala saat pulang nanti. dan aku harus bisa.
selama di perjalanan, dia hanya diam. membolak-balikkan kertas. aku kesal. sama sekali dia tidak mengajak bicara.
"Kenapa jadi diam-diam begini? jadi sepi. ngobrol aja." ledek Bu Umi, guru maths kelas XI.
Dia hanya menanggapinya dengan senyum yang...........akh tak bisa digambarkan dan dituliskan. senyum yang menjadi semangatku. mau tak mau aku hanya bisa mengulang kembali apa yang kupelajari. aku kembali semangat. karena senyumnya.
***
"Selamat, ya Nak"
Dia tetap menjadi yang pertama. pulang membawa nama sekolah menjadi lebih harum. meski aku didekatnya, namun aku tak bisa mengucapkan selamat. aku malu. tapi, aku bangga. ya aku sangat bangga.
"Boleh tolong pegangin piala kita, Il? aku ingin mengambil sesuatu didalam tas."
Yaaaa, ini pertama kalinya dia berbicara padaku. dia berkata piala kita? Ya Tuhan. jantungku serasa berhenti. ini perasaan luar biasa yang pertama kali kurasakan.
"Terimakasih."
Surat dari yang tercinta (1)
"Il, sebentar......."
***
kata-kata yang tadi disampaikan Fachri membuatku gugup. sebenarnya tidak ada yang istimewa, tetapi aku benar-benar tak bisa merasakan apa-apa. aku tidak ingin menyakiti, karena aku akan takut disakiti. masa lalu yang kelam membuatku berhati-hati memilih teman yang sangat dekat, terutama lawan jenis. cerita lalu memberi trauma mendalam.
"Fandy suka tanya-tanya kamu belakangan ini, dan barusan dia titip salam. Aku tahu, dia suka kamu."
"Fandy? Fandy kelas XII A2? darimana dia kenal aku? aku 'kan enggak kenal dia?"
"Il, siapa yang tidak mengenalmu?"
"Tapi kan, anak-anak IPA unggulan itu mungkin tidak mengenalku. mereka terlalu tertutup." sekolahku memiliki 6 kelas IPA dan 6 kelas IPS. tetapi 2 dari 6 kelas IPA sangat tertutup, maklum, mereka anak-anak 'paling' terpilih.
"Yasudah, waalaikumsalam."
percakapan sederhana dengan sahabatku Fachri tadi masih terngiang-ngiang ditelingaku. Fandy memang pintar, dia sangat menguasai pelajaran Fisika yang saat ini menjadi momok bagi anak IPA. tetapi sayang, aku tidak sama sekali menaruh hati padanya.
***
"Kamu pinter Maths, dia Fisika, kurang apalagi, Il?" Fachri kembali membahas tentang apa yang kemarin dia katakan.
"Aku enggak pinter, Ri." Aku mengelak.
"Sudahlah, kalian cocok."
"Sebenarnya............" aku menggantungkan pembicaraanku.
"Apa? pasti kamu juga suka 'kan? Jangan begitu, ga boleh muna."
"Siapa yang muna?"
"Oh iya, aku sampai lupa. nanti istirahat pertama, dia ingin ketemu katanya. disamping kelas. temui sebentar, kalau memang tidak suka, anggap saja teman, atau sahabat, atau pengagum hehehe"
Fachri berlalu pergi tanpa membiarkan mengelak untuk tidak menemui teman SD-nya itu. jujur saja, aku tak suka dengan hal ini.
***
Terpaksa, aku menuruti Fachri. menemui Fandy, namun kuberi sedikit waktu untuk Fandy menjelaskan tujuannya menemuiku.
"Cepat ya, sebentar lagi kelasku mau ulangan fisika. aku engga pinter kayak A1 dan A2 yang tanpa belajarpun mengerti. aku belum menguasai materi kali ini."
"Oh, perlu bantuan? aku bisa jelasin kalo kamu mau." sombong sekali, kataku dalam hati.
"Engga perlu, aku bisa. tinggal banyak latihan sedikit lagi." aku berbohong, padahal, banyak yang belum kumengerti.
Fandy mengambil buku Fisika yang ada dalam genggamanku, dan membuka materi yang akan menjadi bahan ulangan siang ini. seperti telah menebak fikiranku, dia menjelaskan materi yang aku tidak mengerti.
"Terimakasih, tapi aku ga minta kamu jelasin semua."
"Engga papa."
"Oh, ada apa memintaku bertemu?"
"Akh, aku hanya ingin minta nomor teleponmu, boleh?" dan bel sekolahpun berbunyi, aku bersyukur karena tak akan memberikan nomor teleponku padanya.
"Maaf, sudah bel. lain kali saja ya."
***
"Ilviiiiiii.." teriak Ina
"Iya, Na?"
"Ada yang cari....."
"Siapa?"
"Fandy, bilang kalau belum mau terbuka jangan mampir ke kelas A lain."
"Mungkin dia cari Fachri, dia kan temennya."
mau tak mau aku menemui Fandy.
"Fachri ada?"
"Sudah kutebak kamu pasti akan mencari Fachri."
"Iya, ada?"
"Enggaaa."
***
"Fachri, aku mau ngomong."
"Ilvi aku juga mau ngomong."
"Suit dulu........" ajakku.
"Yes menang." Kata Fachri.
"Siapa dulu?"
"Aku lah, hm Fandy serius sama kamu."
"Ih kenapa masalah itu lagi? Tugas fisikaku belum kelar kamu bahas itu." ambekku.
"Fisika nanti aja lah Il. terus gimana?"
"gimana apanya?" aku penasaran.
"Fandy?"
"Aku ga suka. kamu lagi, untuk apa kasih nomor teleponku?"
"Memang kenapa?"
"Aku gasuka"
Fachri diam saja. dia mungkin tak berani lagi berbicara. harusnya dia mengerti, bahwa aku tidak suka sama sekali pada Fandy sekalipun dia pintar. aku tidak tertarik.
Fachri tak tahu, saat ini aku juga sedang menyimpan perasaan. pada seseorang, yang misterius. aku mengaguminya baru-baru ini. biarkan dulu, jangan sampai sahabat lelakiku ini tahu. aku ingin rahasiakan ini padanya.
***
"Be, aku mau cerita." ucapku pada Bevy
"Ya, Il. cerita saja."
"Aku sedang jatuh cinta, mungkin"
"Sama?" Bevy terbelalak tak percaya. karena aku tak pernah lagi dapat menyukai orang setelah kejadian menyakitkan saat itu.
"Sama dia"
Next Part 2
***
kata-kata yang tadi disampaikan Fachri membuatku gugup. sebenarnya tidak ada yang istimewa, tetapi aku benar-benar tak bisa merasakan apa-apa. aku tidak ingin menyakiti, karena aku akan takut disakiti. masa lalu yang kelam membuatku berhati-hati memilih teman yang sangat dekat, terutama lawan jenis. cerita lalu memberi trauma mendalam.
"Fandy suka tanya-tanya kamu belakangan ini, dan barusan dia titip salam. Aku tahu, dia suka kamu."
"Fandy? Fandy kelas XII A2? darimana dia kenal aku? aku 'kan enggak kenal dia?"
"Il, siapa yang tidak mengenalmu?"
"Tapi kan, anak-anak IPA unggulan itu mungkin tidak mengenalku. mereka terlalu tertutup." sekolahku memiliki 6 kelas IPA dan 6 kelas IPS. tetapi 2 dari 6 kelas IPA sangat tertutup, maklum, mereka anak-anak 'paling' terpilih.
"Yasudah, waalaikumsalam."
percakapan sederhana dengan sahabatku Fachri tadi masih terngiang-ngiang ditelingaku. Fandy memang pintar, dia sangat menguasai pelajaran Fisika yang saat ini menjadi momok bagi anak IPA. tetapi sayang, aku tidak sama sekali menaruh hati padanya.
***
"Kamu pinter Maths, dia Fisika, kurang apalagi, Il?" Fachri kembali membahas tentang apa yang kemarin dia katakan.
"Aku enggak pinter, Ri." Aku mengelak.
"Sudahlah, kalian cocok."
"Sebenarnya............" aku menggantungkan pembicaraanku.
"Apa? pasti kamu juga suka 'kan? Jangan begitu, ga boleh muna."
"Siapa yang muna?"
"Oh iya, aku sampai lupa. nanti istirahat pertama, dia ingin ketemu katanya. disamping kelas. temui sebentar, kalau memang tidak suka, anggap saja teman, atau sahabat, atau pengagum hehehe"
Fachri berlalu pergi tanpa membiarkan mengelak untuk tidak menemui teman SD-nya itu. jujur saja, aku tak suka dengan hal ini.
***
Terpaksa, aku menuruti Fachri. menemui Fandy, namun kuberi sedikit waktu untuk Fandy menjelaskan tujuannya menemuiku.
"Cepat ya, sebentar lagi kelasku mau ulangan fisika. aku engga pinter kayak A1 dan A2 yang tanpa belajarpun mengerti. aku belum menguasai materi kali ini."
"Oh, perlu bantuan? aku bisa jelasin kalo kamu mau." sombong sekali, kataku dalam hati.
"Engga perlu, aku bisa. tinggal banyak latihan sedikit lagi." aku berbohong, padahal, banyak yang belum kumengerti.
Fandy mengambil buku Fisika yang ada dalam genggamanku, dan membuka materi yang akan menjadi bahan ulangan siang ini. seperti telah menebak fikiranku, dia menjelaskan materi yang aku tidak mengerti.
"Terimakasih, tapi aku ga minta kamu jelasin semua."
"Engga papa."
"Oh, ada apa memintaku bertemu?"
"Akh, aku hanya ingin minta nomor teleponmu, boleh?" dan bel sekolahpun berbunyi, aku bersyukur karena tak akan memberikan nomor teleponku padanya.
"Maaf, sudah bel. lain kali saja ya."
***
"Ilviiiiiii.." teriak Ina
"Iya, Na?"
"Ada yang cari....."
"Siapa?"
"Fandy, bilang kalau belum mau terbuka jangan mampir ke kelas A lain."
"Mungkin dia cari Fachri, dia kan temennya."
mau tak mau aku menemui Fandy.
"Fachri ada?"
"Sudah kutebak kamu pasti akan mencari Fachri."
"Iya, ada?"
"Enggaaa."
***
"Fachri, aku mau ngomong."
"Ilvi aku juga mau ngomong."
"Suit dulu........" ajakku.
"Yes menang." Kata Fachri.
"Siapa dulu?"
"Aku lah, hm Fandy serius sama kamu."
"Ih kenapa masalah itu lagi? Tugas fisikaku belum kelar kamu bahas itu." ambekku.
"Fisika nanti aja lah Il. terus gimana?"
"gimana apanya?" aku penasaran.
"Fandy?"
"Aku ga suka. kamu lagi, untuk apa kasih nomor teleponku?"
"Memang kenapa?"
"Aku gasuka"
Fachri diam saja. dia mungkin tak berani lagi berbicara. harusnya dia mengerti, bahwa aku tidak suka sama sekali pada Fandy sekalipun dia pintar. aku tidak tertarik.
Fachri tak tahu, saat ini aku juga sedang menyimpan perasaan. pada seseorang, yang misterius. aku mengaguminya baru-baru ini. biarkan dulu, jangan sampai sahabat lelakiku ini tahu. aku ingin rahasiakan ini padanya.
***
"Be, aku mau cerita." ucapku pada Bevy
"Ya, Il. cerita saja."
"Aku sedang jatuh cinta, mungkin"
"Sama?" Bevy terbelalak tak percaya. karena aku tak pernah lagi dapat menyukai orang setelah kejadian menyakitkan saat itu.
"Sama dia"
Next Part 2
Jumat, 14 Maret 2014
Dan.... no title.
Just story;)
Mungkin gue bener-bener cewe bodoh, gampang sayang sama barang but...... ga gampang sayang sama orang.
Gue ga ngerti kenapa, sekalipun gue ga gampang sayang sama orang, tapi sekalinya sayaaang ya sayaaaaang banget-_-
Nah mungkin disitu kesalahan gue ya?
Sayaaang bangetnya itu yang bikin celaka, mudah cemburuan yang gajelas.
Dan saat ini gue bener-bener trauma sama cerita gue yang kemaren, yaaaa gimana nggak? bertahun-tahun gue disakitin tanpa henti padahal dia first darl gue;'')
Ya begonya gue sih gue masih tetep bertahan meskipun ibu gue udah wanti-wanti.
Ya kesalahan gue juga pas itu gue emang masih kecil, masih anak smp dan dia lebih tua.
Gue trauma bangett sampe sekaranggg, dan rasanya gamau lg ngalamin yang namanya sakittttt hatiii:")
Siapa sih yang mau?
Dan gue udah niat gamau terlalu sayaang sama orang, tapi entah gue bisa apa enggak-_-
Gue tau, cemburu itu tandanya sayang, tapi ga sampe keterlaluan kan cemburunya?
Yang sering disakitin mah kalo udah mup on dan nemuin yang baru pasti protect meskipun ga semuanya kaya gitu.
Buat yang selalu nyakitin, ya ingetin karma lah, karma itu selalu ada.
Jangaaan kagett kalo nanti ternyata karma tiba-tiba dateng.
Susah emang jadi cewek-__-
Mungkin gue bener-bener cewe bodoh, gampang sayang sama barang but...... ga gampang sayang sama orang.
Gue ga ngerti kenapa, sekalipun gue ga gampang sayang sama orang, tapi sekalinya sayaaang ya sayaaaaang banget-_-
Nah mungkin disitu kesalahan gue ya?
Sayaaang bangetnya itu yang bikin celaka, mudah cemburuan yang gajelas.
Dan saat ini gue bener-bener trauma sama cerita gue yang kemaren, yaaaa gimana nggak? bertahun-tahun gue disakitin tanpa henti padahal dia first darl gue;'')
Ya begonya gue sih gue masih tetep bertahan meskipun ibu gue udah wanti-wanti.
Ya kesalahan gue juga pas itu gue emang masih kecil, masih anak smp dan dia lebih tua.
Gue trauma bangett sampe sekaranggg, dan rasanya gamau lg ngalamin yang namanya sakittttt hatiii:")
Siapa sih yang mau?
Dan gue udah niat gamau terlalu sayaang sama orang, tapi entah gue bisa apa enggak-_-
Gue tau, cemburu itu tandanya sayang, tapi ga sampe keterlaluan kan cemburunya?
Yang sering disakitin mah kalo udah mup on dan nemuin yang baru pasti protect meskipun ga semuanya kaya gitu.
Buat yang selalu nyakitin, ya ingetin karma lah, karma itu selalu ada.
Jangaaan kagett kalo nanti ternyata karma tiba-tiba dateng.
Susah emang jadi cewek-__-
Rabu, 12 Maret 2014
Because of You
Just Story;)
Kamu begitu baik, pintar dalam hal apa saja, menarik juga tidak tetapi mengagumkan.
bukan hanya sekali, bahkan berkali-kali kurasa kau telah merebut setengah dari hati yang kumiliki.
kau juga tak pernah permisi untuk mengizinkan aku mengagumimu begitu saja tanpa alasan pasti.
terkadang, aku bingung. mengapa bisa aku menyimpan rasa yang kuyakin kau tak akan mungkin membalasnya.
aku ingat saat kita mulai dekat, kau mengerti tapi tak pernah kau ungkapkan.
meski itu hanya sementara dan terlalu singkat.
yang mungkin kau rasa hanya angin yang berlalu.
kupikir juga begitu, tapi entahlah...... rasanya terlalu dalam.
saat kau pergi dan aku pun pergi.
tak sekalipun bertegur sapa kembali.
lalu kau tiba-tiba hadir lagi meski tanpa kemengertian yang dulu.
tak apa, ucapku dalam hati.
aku bahkan malu jika harus tak lagi sejajar dengan posisi yang kau miliki.
entah dulu semangatku muncul karena kau atau kah karena hal lain yang kau ciptakan?
aku juga sama sekali tidak mengerti.
dan seringkali aku menyesal atas keputusanku.
namun kau hanya menganggap tak ada apa-apa. namun itu lebih baik daripada tidak.
kau tahu?
aku sedang menunggu waktu untuk kembali berada disuatu tempat yang pernah kau kunjungi.
untuk mengulang cerita yang diciptakan tanpa sengaja.
Ya, mungkin semuanya memang karena kamu.
karenamu yang tak akan pernah kau tahu sampai kapanpun.
Kamu begitu baik, pintar dalam hal apa saja, menarik juga tidak tetapi mengagumkan.
bukan hanya sekali, bahkan berkali-kali kurasa kau telah merebut setengah dari hati yang kumiliki.
kau juga tak pernah permisi untuk mengizinkan aku mengagumimu begitu saja tanpa alasan pasti.
terkadang, aku bingung. mengapa bisa aku menyimpan rasa yang kuyakin kau tak akan mungkin membalasnya.
aku ingat saat kita mulai dekat, kau mengerti tapi tak pernah kau ungkapkan.
meski itu hanya sementara dan terlalu singkat.
yang mungkin kau rasa hanya angin yang berlalu.
kupikir juga begitu, tapi entahlah...... rasanya terlalu dalam.
saat kau pergi dan aku pun pergi.
tak sekalipun bertegur sapa kembali.
lalu kau tiba-tiba hadir lagi meski tanpa kemengertian yang dulu.
tak apa, ucapku dalam hati.
aku bahkan malu jika harus tak lagi sejajar dengan posisi yang kau miliki.
entah dulu semangatku muncul karena kau atau kah karena hal lain yang kau ciptakan?
aku juga sama sekali tidak mengerti.
dan seringkali aku menyesal atas keputusanku.
namun kau hanya menganggap tak ada apa-apa. namun itu lebih baik daripada tidak.
kau tahu?
aku sedang menunggu waktu untuk kembali berada disuatu tempat yang pernah kau kunjungi.
untuk mengulang cerita yang diciptakan tanpa sengaja.
Ya, mungkin semuanya memang karena kamu.
karenamu yang tak akan pernah kau tahu sampai kapanpun.
Selasa, 11 Maret 2014
Stories of the past
Ya. semua orang emang pasti punya masa lalu. mau yang buruk, atau enggak.
begitupun aku, aku juga punya masa lalu. mungkin masa lalu aku lebih indah daripada saat ini.
dari mulai masa kecil, masa remaja saat di SMP, semuanya lebih menarik untuk diceritakan daripada masa SMA-ku sekarang ini.
dari kecil, ayah sama ibu selalu ngajarin apa aja yang mereka tau ke aku. dari mulai nulis, baca puisi, berani buat tampil didepan, nyanyi dan yang lainnya.
ayah juga ngajarin banyak hal, ngasih tahu banyak hal.
sampe akhirnya aku bisa tanpa malu dan ragu berani tampil didepan umum buat nunjukin bakatku. disaat temen temen yang lain malu-malu tapi aku bisa berani, siapa lagi kalo bukan karena ayah?
akh intinya, masa lalu aku lebih indah daripada sekarang.
pas SMP, dapet temen-temen baruu. ketemu guru baru, yaaa ga nyangka bisa masuk disekolah ternama di Sumenep. dapet temen-temen pinter yang akhirnya kita juga ikut pinter. hihi
ketemu guru yang perhatian meski kita disekolah negeri.
masa SMA bukan berarti masa paling buruk buat aku, cuman lebih tepatnya aku gabisa sama sekali jadi diri aku sendiri.
dalam arti buat aktivitas. aku gabisa lebih leluasa ikut organisasi ini itu yang pas SMP aku getol banget nyibukn diri buat itu dan ayah ngedukung banget apa yang aku lakuin. tapi disini, aku gabisa.
aku sampe harus rela ngundurin diri dari osis, dan rela juga difitnah dikeluarin dari osis sama salah satu guru. emang sih itu guru pinter banget, ditakutin juga sama anak-anak karena tegasnya. tapi kalo gatau apa-apa ya gausah ngomong ya nggak-nggak kan?
pembina osisku aja ga kaya gitu.
akh. ribeeeeettt.
mau ikut lomba yang diutus sekolah aja kadang masih diraguin.
ga kaya SMP dulu, ayah ibu selalu ngedukung dan nyuport saat tahu aku diplih sekolah buat ikut lomba ngewakilin sekolah. aku ga bisa ekspresiin apa yang aku punya.
seharusnya aku ga pernah ngalamin ini.
dari kecil sampe aku SMP, jaraaaaaanggg banget aku kaya gini.
tapi pas SMA? duh ya Allah. bingung aja gitu.
ya aku tahu, emang harus lebih ketat dijaganya. cuman, yaaaa ga terbiasa aja. dan mau gamau aku harus ikutin aturan yang ada?
aku kangen ibu, yang biasanya selalu dengerin ceritaku.
aku kangen ayah, yang biasanya selalu nyuport aku.
aku kangen adek-adek yang biasanya jadi tempat berbagi paling ampuh.
aku kangen iin, sahabat terbaik yang aku punya.
aku juga kangen temen-temenku disana yang selalu dukung apa yang aku lakuin sama kaya keluarga aku.
huuuft!!!!!!!
Sabtu, 08 Maret 2014
tidur
Jika aku boleh memilih, aku ingin tidur selamanya tanpa diganggu.
Bukan karena aku tak bersyukur, melainkan aku lelah dengan semua drama yang berkepanjangan.
Menuliskannya pun rasanya aku sudah tak mampu.
Kupikir ini bukan maksud untuk menunjukkan sesuatu, melainkan aku tak lagi kuasa meninabobokan waktu.
Jika kesalahan tak dapat dihindari, maaf bukan suatu cara yang ampuh.
Tetapi tidur adalah cara paling ampuh untuk menyelesaikan semuanya.
Agar tak ada lagi dendam dihati, agar tak ada lagi rindu mengungsi.
Tak perlu lagi ada yang menyalahkan dan disalahkan.
Juga tak akan ada dosa atas gunjingan benar maupun tak benar.
Bahkan tak akan menambah dosa tentang pikiran negative yang tercipta.
Aku tak akan menyusun strategi, aku juga tak akan menyiapkan sketsa.
Karena tak pernah ada seorang pun yang mengerti.
Lebih baik aku tidur, tidur nyenyak bermimpi indah.
Tanpa gangguan, tanpa harapan.
Bukan karena aku tak bersyukur, melainkan aku lelah dengan semua drama yang berkepanjangan.
Menuliskannya pun rasanya aku sudah tak mampu.
Kupikir ini bukan maksud untuk menunjukkan sesuatu, melainkan aku tak lagi kuasa meninabobokan waktu.
Jika kesalahan tak dapat dihindari, maaf bukan suatu cara yang ampuh.
Tetapi tidur adalah cara paling ampuh untuk menyelesaikan semuanya.
Agar tak ada lagi dendam dihati, agar tak ada lagi rindu mengungsi.
Tak perlu lagi ada yang menyalahkan dan disalahkan.
Juga tak akan ada dosa atas gunjingan benar maupun tak benar.
Bahkan tak akan menambah dosa tentang pikiran negative yang tercipta.
Aku tak akan menyusun strategi, aku juga tak akan menyiapkan sketsa.
Karena tak pernah ada seorang pun yang mengerti.
Lebih baik aku tidur, tidur nyenyak bermimpi indah.
Tanpa gangguan, tanpa harapan.
This is me!
sejak dulu, ibu tak pernah lalai membangunkanku pagi hari tepat pukul 04.00WIB untuk sholat shubuh.
ayah juga selalu mengajakku membershkan rumah bersama-sama ketika liburan. ibu membagi tugas untuk aku dan adik-adik. kata ibu semua harus dilakukan bergotong royong agar cepat selesai, aku juga mendapat pelajaran tentang itu di PKn sekolah.
menyapu, mengepel adalah hal biasa yang kulakukan dari dulu. ayah mengajariku mencuci baju saat aku duduk di kelas 3 SD. dan mengajariku menyetrika di kelas 4 SD.
setiap hari minggu, tugas rutinku adalah menyapu, mencuci, dan menyetrika. pulang sekolah biasanya aku akan menyetrika baju dan menyapu. itu ku lakukan setiap hari tanpa mengeluh. ibu dan ayah selalu berkata bahwa pekerjaan yang banyak mengeluh tidak akan ada manfaatnya. terbukti, aku sangat bangga dengan kemampuanku. ibu dan ayah tak pernah memaksaku untuk melakukannya, mereka hanya ingin membuatku mandiri. disaat teman-temanku yang lain hanya bisa duduk manis menonton tv dan tak tahu mengurus rumah, di usiaku saat itu yang masih tergolong anak-anak sudah pandai melakukannya.
saat aku tinggal dirumah bude dan pakdeku, aku juga tidak pernah absen melakukan hal yang serupa saat liburan, ya meskipun hanya menyapu dan mengepel, oh ya. memasak juga menjadi hobiku saat ini.
tetapi, kudengar dari beberapa orang, bahwa aku melakukannya hanya untuk mendapat pujia dan terlihat rajin didepan mata mereka, aku sangat terpukul. bagaimana mungkin aku berhenti melakukan kebiasaanku meskipun dirumah oranglain? tidak, aku tak ingin cari muka, karena ini memanglah diriku. inii aku yang sesungguhnya.
akh, banyak sekali orang yang tak kenal tapi selalu saja mengucapkan hal yang sama sekali tidak benar. aku bingung. duh kangen ibu dan ayah jadinya.
ayah juga selalu mengajakku membershkan rumah bersama-sama ketika liburan. ibu membagi tugas untuk aku dan adik-adik. kata ibu semua harus dilakukan bergotong royong agar cepat selesai, aku juga mendapat pelajaran tentang itu di PKn sekolah.
menyapu, mengepel adalah hal biasa yang kulakukan dari dulu. ayah mengajariku mencuci baju saat aku duduk di kelas 3 SD. dan mengajariku menyetrika di kelas 4 SD.
setiap hari minggu, tugas rutinku adalah menyapu, mencuci, dan menyetrika. pulang sekolah biasanya aku akan menyetrika baju dan menyapu. itu ku lakukan setiap hari tanpa mengeluh. ibu dan ayah selalu berkata bahwa pekerjaan yang banyak mengeluh tidak akan ada manfaatnya. terbukti, aku sangat bangga dengan kemampuanku. ibu dan ayah tak pernah memaksaku untuk melakukannya, mereka hanya ingin membuatku mandiri. disaat teman-temanku yang lain hanya bisa duduk manis menonton tv dan tak tahu mengurus rumah, di usiaku saat itu yang masih tergolong anak-anak sudah pandai melakukannya.
saat aku tinggal dirumah bude dan pakdeku, aku juga tidak pernah absen melakukan hal yang serupa saat liburan, ya meskipun hanya menyapu dan mengepel, oh ya. memasak juga menjadi hobiku saat ini.
tetapi, kudengar dari beberapa orang, bahwa aku melakukannya hanya untuk mendapat pujia dan terlihat rajin didepan mata mereka, aku sangat terpukul. bagaimana mungkin aku berhenti melakukan kebiasaanku meskipun dirumah oranglain? tidak, aku tak ingin cari muka, karena ini memanglah diriku. inii aku yang sesungguhnya.
akh, banyak sekali orang yang tak kenal tapi selalu saja mengucapkan hal yang sama sekali tidak benar. aku bingung. duh kangen ibu dan ayah jadinya.
Jumat, 07 Maret 2014
Kusudahi Cintaku Ini.
daridulu, aku mengenalmu. menghormati pun selalu tanpa henti. tapi, apa yang kuperoleh setelah sekian lama waktu dan pengorbanan serta perhatian yang kucurahkan? sama sekali tak ada balasan bagiku.
seakan-akan cintaku tak terbalas. selalu saja aku yang kau rendahkan, selalu saja aku yang kau salahkan. mengertikah engkau suatu hal? bahwa cinta dan kasih sayang tak dapat dibeli dengan uang. ya, dengan uang. setelah dewasa aku benar-benar mengerti. bukan materi yang kubutuhkan, bukan sesuatu untuk mengisi perut yang kuinginkan. tetapi, cinta tulus yang kudambakan.
jika saja bukan karena dia, mungkin aku enggan menemuimu, tetapi bagaimana bisa? kau yang membuat semua yang kumiliki ada padaku.
akh! rasanya, cinta ini harus kuselesaikan. kuganti dengan yang lebih tulus dan sejati. agar aku tetap bisa mencintaimu tanpa meminta balas dari sayangmu, Nek!
aku ingin tetap mencintaimu sebagaimana dulu aku mencintaimu, aku ingin tetap selalu mendoakanmu sebagaimana dulu aku mendoakanmu.
tetapi, maafkan aku yang pernah membuat pikiranku kacau tentangmu. Akh, nenek. maafkan aku!
seakan-akan cintaku tak terbalas. selalu saja aku yang kau rendahkan, selalu saja aku yang kau salahkan. mengertikah engkau suatu hal? bahwa cinta dan kasih sayang tak dapat dibeli dengan uang. ya, dengan uang. setelah dewasa aku benar-benar mengerti. bukan materi yang kubutuhkan, bukan sesuatu untuk mengisi perut yang kuinginkan. tetapi, cinta tulus yang kudambakan.
jika saja bukan karena dia, mungkin aku enggan menemuimu, tetapi bagaimana bisa? kau yang membuat semua yang kumiliki ada padaku.
akh! rasanya, cinta ini harus kuselesaikan. kuganti dengan yang lebih tulus dan sejati. agar aku tetap bisa mencintaimu tanpa meminta balas dari sayangmu, Nek!
aku ingin tetap mencintaimu sebagaimana dulu aku mencintaimu, aku ingin tetap selalu mendoakanmu sebagaimana dulu aku mendoakanmu.
tetapi, maafkan aku yang pernah membuat pikiranku kacau tentangmu. Akh, nenek. maafkan aku!
Langganan:
Komentar (Atom)