Selasa, 24 Juni 2014

Sabar



            Tak bersama bukan berarti tak cinta. Bersamapun bukan berarti saling cinta.
            Dosa jika aku terus menerus membohongi sebuah hati, sebentuk cinta yang telah dia berikan seutuhnya untukku. Aku bersama namun mencintai setengah hati. Aku tak bersama tapi mencintai dengan sepenuh hati. bagaimana bisa? Aku, dia, dan kamu. Dan aku beperan sebagai aku. Aku yang masih labil menentukan hati.
            23.45
            “Mataku tak dapat dipejamkan, silahkan kau duluan. Tak lama lagi aku akan menyusulmu.” Ucapku pada kekasihku.
            “Baiklah, segerakan kau istirahatkan saraf-sarafmu. Jangan biarkan ia terus bekerja memenuhi maumu. Selamat malam bidadari tercintaku, sampai jumpa dalam mimpi. Aku mencintaimu.” Kata Fap, cintaku.
            Rasanya tak mungkin jika aku terus-menerus memikirkan seseorang yang sama sekali tak peduli sedikitpun padaku. Karena ada seseorang lain yang jauh lebih mencintaiku secara nyata dan terang-terangan. Aku tak ingin menghadirkan luka yang tak biasa. Yang kutahu, cinta hanya hubungan antara dua jiwa. Dan kini, yang kulakukan pada diriku sendiri adalah menjamah rindu lain yang harus kuhadiri. Aku benar-benar tak ingin menjadi musuh yang berbahaya, meski aku bukan lagi kekasih yang baik hati.
            Aku tenggelam dalam kisah masa lalu saat ia sudah mulai terpejam pulas dialam bawah sadarnya, menikmati mimpi yang mempersilakanku untuk memasukinya. Tetapi bodohnya, aku lebih memilih membuka kenangan yang kukunci rapat dan kubuka jika aku mulai merindu.
            Aku rindu kamu….. ucapku dalam hati.
            Kupilih melihat status-statusmu di media sosial. Terpampang fotomu bersama wanita baru pilihanmu yang kutahu pasti lebih baik dariku. Kulihat komentar-komentar dari teman-teman terdekatmu yang pernah juga kukenal saat aku masih milikmu. Dan kau memberi nomor telefonmu pada teman-temanmu, aku segera merogoh handphone ku untuk mencatatnya. Pukul 00.12 di jam dinding kesayanganku, kucoba menghubungimu melalui sebuah pesan singkat.
            Day     : Gen?
            Gen     : Yes, who?
            Day     : Really? Are you Gen?
            Gen     : Yes. What’s up?
            Day     : I miss you…………
            Gen     : Hey, who are you?
            Day     : Your dear. Aku tahu kau masih mengingatku.
            Gen     : Sorry, are you Day? But, you’re not my dear. You have a boyfriend now.
            Day     : I know, I have a boyfriend. But I miss you.
            Gen     : Please, Day. Aku sudah tak ingin mengingatmu lagi. I’m scared.
            Day     : Why? Aku tahu kau juga masih menyayangiku.
            Gen     : Yes, I still loving you. But, you know lah…
            Day     : Okay, sorry. Aku ingin jadi temanmu. Just a friend, tidak lebih.
            Mulai dari sini, aku kembali berhubungan dengan Gen, mantan pacarku. Dia, sangat spesial untukku. Tapi Fap, juga sama spesialnya. Dan aku merasa terperangkap dalam kumpulan sobekan kisahku dengan Gen. apalagi saat aku tahu bahwa Gen memiliki perasaan yang masih sama denganku. Tuhan, jangan Kau biarkan perasaan rindu ini menjalar kembali menjadi cinta.
            Yang kutahu dari pengakuan Gen, dia sudah berpisah dengan kekasihnya. Dia berkata bahwa hubungannya sangatlah susah didalami. Dia tak bisa mencintai pacarnya dengan sepenuh hati, seringnya kekerasaan fisik saat mereka bertengkar, dan……Gen mengaku masih sering mengingatku. Aku juga! Kataku dalam hati saat Gen mengakuinya.
            Fap      : What’s wrong, dear? You has change.
            Day     : Ha? Just your feeling, Baby. I’m okay.
            Fap      : Tapi, aku tidak yakin. Kamu sangat berubah hari ini, ada yang salah denganku?
            Day     : Uhm, I think no. I just…. I just …… Uhm, I think I miss you so much. Sudah beberapa hari ini tidak bertemu.
            Fap      : Oh dear, I miss you for sure too.
            Bohong. Aku bersama Fap tapi seakan aku tidak bersama Fap. Akh! Aku semakin tidak mengerti tentang apa yang aku alami. Padahal aku tidak benar-benar merindunya. Yang dia rasakan aku berubah, benar adanya. Aku semakin terus memikirkan Gen. karena aku semakin sering mengadakan komunikasi dan membahas masa-masa indah yang sudah kami lewati selama 2 tahun lamanya.
            Aku jujur pada Gen bahwa aku tidak sepenuhnya mencintai Fap. Gen menyatakan, bahwa dia yakin kalau kemanapun aku dan dia pergi, dengan siapapun kami saat ini, pasti kami berdua akan kembali. Aku kembali pada Gen dan Gen kembali padaku. Dia juga berharap agar tak menutup kemungkinan kita bersatu kembali, aku juga menginginkan hal yang sama, kataku dalam hati. Gen terlalu spesial. Kurasa tak ada yang bisa menggantikannya dihatiku, sekalipun dia adalah Fap.
            Gen     : I love you. Aku tahu kamu juga mencintaiku.
            Day     : Yes, true. Aku juga mencintaimu, tapi aku tidak bisa melepaskan Fap sekarang.
            Gen     : Never mind. I know about your heart, your feeling. Aku mengerti. Sabar. Aku tahu kau pasti kembali padaku. Ini semua tak akan selamanya, karena sebenarnya kau tahu sesungguhnya aku.
            Day     : Dan aku percaya, aku yang paling kau cinta. Aku yang paling kau mau.
            Gen     : Rahasiakan aku sedalam-dalamnya cintamu.
            Day     : Selamanya di hidupmu, aku kekasihmu.
            Meski aku tahu, suatu saat aku harus mempertanggungjawabkan dosaku. Aku sanggup. Biarkan aku menikmati dulu dosa indahku. Mencintaimu dan mendustainya. Karena ini tak akan selamanya, hanya sementara kuharus dengannya, kuharus bersamanya kini. 

Minggu, 15 Juni 2014

SHY

Aku meredam amarah atas kegelisahanku terhadap angka-angka dan rumus-rumus yang diciptakan si Newton, Bernoulli, Pascal dan yang lainnya itu. Selalu saja hadir untuk membuat masalah, sepertinya mereka tak ingin sekali aku duduk manis memainkan gadget-ku atau membaca novel terbaru yang ingin sekali kubaca. mereka benar-benar tidak mengerti suasana. Aku sudah belajar maksimal, tetapi tetap saja hasilnya nihil untuk tidak mendapatkan "REMEDIAL" dimata pelajaran dari Gay Lussac dan kawan-kawannya itu.
"Ada kesulitan?" Aku sedikit menganga, tiba-tiba ada kau yang sama sekali tidak kukenal. Muncul disaat yang benar-benar kurasa tepat.
"Ah, ada. Bab Fluida. Aku merasa sudah menguasainya, tapi........ tetap saja nilaiku tak jauh dari angka 4." Jawabku malu menyebut nilai yang tak berperikemanusiaan itu.
"Oh ya? Berarti kau belum menguasainya."
Lalu kau memulai menjelaskannya padaku secara detail dan dengan sedikit candaan agar aku tidak gugup. Dan benar, aku sama seklai tidak gugup dan sangat cepat akrab denganmu yang membuatku lebih dari sekedar mengerti tentang bab Fluida yang sangat kubenci itu.
"Kau......siswa disini juga?" Tanyaku padanya mengenai keberadaannya di sebuah bimbel ini.
"Menurutmu?"
"Ehm, sepertinya ya. Kau dari SMA mana? Aku dari tadi menunggu guru fisika pengganti untuk menjelaskan bab ini. Tapi belum datang. Kak Farah sedang sibuk mengajari kelas XII. Jadi, terpaksa aku harus menunggu guru pengganti ini sangat lama." Aku berkeluh kesah panjang lebar padamu.
"Oh ya? Wah, memang orang Indonesia itu menyukai keterlambatan." Jawabmu saat itu.
Belum sempat aku mengucapkan terimakasih, kau sudah dipanggil salah satu kakak tentor. Kau.......memang tidak sempurna. Tetapi kedatanganmu itu menyelamatkanku. Kau juga belum sempat menyebutkan nama sekolahmu.
Aku berjalan gontai menuju kelasku di bimbel ini, sedikit terlambat karena tadi harus konsultasi dan lama menunggu guru.
"Assalamualaikum." Aku membuka pintu. dan.....kutemukan ada dirimu disitu. Aku mengambil tempat duduk paling depan.
"Waalaikumsalam." Jawab teman sekelas serempak.
"Baiklah, kita masuk ke Teori Kinetik Gas. " Itu katamu.
Dan baru aku tahu bahwa kau salah satu tentor disini. aku sempat malu tapi juga senang karena kau mengajar lagi dikelasku. Aku sempat mendapat ledekan dari teman-teman karena kau selalu menatapku heran karena aku yang lebih dulu menatapmu keheranan.
"Maaf, Kak. Aku tak tahu kau tentor disini." Kataku saat istirahat.
"Tidak apa-apa. Husst tidak usah keras-keras. Aku seumuran denganmu. Tapi sudah jadi mahawiswa karena program aksel yang dijalankan sekolahku dulu."
"Oh, maaf. Maaf sekali lagi."
Ah. Aku menikmati malu ku ini. Malu yang bergelayut manja tak mau pergi menuruti keinginan hati. Malu yang tak kunjung usai meski kini aku sudah pergi.

Jumat, 13 Juni 2014

Badai

13 Oktober 2013
Pertemuan yang memang belum pernah kubayangkan, setelah hampir 8 tahun tak lagi ada kabar atau berita yang kau titipkan. tiba-tiba, saat ini kau ada didepan mataku, dihadapanku. meski aku benar-benar tak tahu maksud dari ketidak-sengajaan ini.
"Uhm, kemana saja selama ini?" Tanyamu.
"Aku menuju tujuan hidupku." Lalu kita tertawa bersama.
"Kau ingat kapan terakhir kali kita bertemu?" Kau memulai nostalgia itu terlebih dahulu.
"Terakhir? Perpisahan SMP?"
"Right. Kau sangat berubah, Day. Terakhir kali aku melihatmu menggunakan gaun hitam dengan renda dan pita bagian atasnya, high heels dan bandana warna senada. Kita tidak sempat foto bersama, karena kau sangat sibuk berfoto ria dengan teman-temanmu." Itu katamu, padahal kukira, kau-lah yang sangat sibuk dengan aktivitasmu dengan teman-temanmu kala itu yang hadir sebagai alumni.
"Kau juga berubah. Jauh. dulu kau pendiam. ternyata sekarang jauh lebih banyak bicara daripada aku."

***
10 Oktober 2013
"Hei, Kau day?"
"Yes, Are you Badai?" Aku tersentak kaget. ada dirimu atau bayangan dirimu yang tak kuketahui kebenarannya. tapi kurasa itu benar-benar kau. Badai.
"Iya. Aku Badai."
"Maaf, aku tak bisa lama-lama. Ada jadwal meeting hari ini dengan client. Aku duluan, bye!" Aku melangkah pergi meninggalkanmu di lobby tempat kerjaku.

***
13 Oktober 2013

Sender : 0819765xxx
What about some tea? i'm waiting at the crossroads!
Badai.

Ini rasa kagetku yang kesekian kali. pertama karena bertemu dengannya di lobby tempat kerjaku, kedua karena dia mengirimiiku sms. dapat darimana nomor handphone-ku?
aku berjalan melewati jalanan yang tidak sama sekali bisa dikatakan bising, menyusuri sudut kota mencari tempat yang dimaksud. Finally, aku sampai.
Dia sudah menunggu ditempat favoritnya, pojok ruangan.
"Hai, maaf aku terlambat. baru kubaca message-mu satu jam setelah kau mengirimnya."
"Nevermind. Pesan?"
Aku memanggil waiters didepanku.
"Hot tea satu, french ries satu." Pesanan biasaku.
"Bagaimana?" tanyamu mencurigakan?
"Huh? apanya yang bagaimana?"
"Ohaha, tidak Day tidak."

***
23 Juli 2005
Ibu memintaku mampir kerumah temannya diperumahan dekat sekolah yang akan kulewati pulang nanti. Tante Maya. Yang kutahu, mereka sudah berteman sejak lama. Saling mengunjungi, berlibur bersama dan melakukan aktivitas lainnya bersama-sama. Sayang, tante Maya belum menikah sampai saat ini. Dia tinggal sendiri dan hidup sebagai wanita karir yang sukses.
Lumayan sering aku mengunjungi rumah tante Maya, tanpa ibu minta pun terkadang aku menyempatkan diri mampir jika tante Maya ada dirumah. Aku juga biasa menceritakan pengalaman pribadiku padanya.
"Tante, Day pamit ya. Takut kesorean, nanti Ibu khawatir. Assalamualaikum, Tante."
"Oke sayang, Waalaikumsalam. Hati-hati." Katanya setelah mencium keningku.
Hampir semua tetangga tante Maya mengira bahwa aku ini anaknya, alasannya karena wajah kami berdua lumayan mirip. Ibu sempat mengambek karena hal ini. Lucu.

"Day......" Kudengar teriakan seorang lelaki.
"Ya? Ehm, sebentar. Kau......... Badai?" Aku menebak.
"Yes, You're right. Can I ask ur number?"
"Uh-huh? Nomorku?"
Aku tidak mengenal lelaki yang berada dihadapanku saat ini. Hanya sekedar tahu, bahwa dia kakak 3 angkatanku. Dia sering kesekolah dan tetangga tante Maya.
"Untuk apa?" Tanyaku.
"Untuk kusimpan saja, boleh?"
"Maaf. Tidak. Mungkin lain kali. Maaf aku harus pulang, Kak Badai."
Kulajukan sepeda motor yang kukendarai. aku khawatir ibu mencariku karena aku tidak biasa pulang sesore ini. Mungkin aku terlalu asyik menemani tante Maya menonton film romance terbaru yang baru dia beli.

***
"Day, for the second time. Can I ask ur number?" Aku duduk dikantin sekolah. Tiba-tiba lelaki ini berada dibelakangku.
"For what?"
"Akh! Please, don't ask me anything."
"Uh, Okay." Aku menyerah. menyerahkan selembar note dengan nomorku didalamnya.
Benar-benar tidak mengerti. Lalu ia pergi. tanpa mengucap terimakasih atau hal lainnya.
"Day, jangan sama dia. Dia tidak baik. Kau tahu? His ex is everywhere." Inna, sahabatku turut andil dalam hal ini.
"Hah? Aku juga tidak memiliki rasa apa-apa, In." Aku menyendok lagi bakso berkuah yang sudah kutambahkan kecap dan sambal itu.
"Ya, Tidak hari ini. But, just look at tomorrow or the day after."

***
23 September 2005
"So, Will you be my heart?"
"Huh? Are you serious?"
"Ya. Please say yes." Kau sedikit memaksa.
"Okay, i will."
"So, don't call me "Kak" again. Just my name. Badai."

***
Usia hubunganku kini sudah berjalan satu bulan. Masih belum ada masalah. Karena menurut banyak orang, pada usia hubungan yang masih baru belum bisa dirundung masalah.
Badai mengajakku pergi ke bukit disamping desa, tidak berdua. ber-enam dengan teman-temannya. Aku mengiyakan karena aku sangat menyukai alam. Apalagi, 2 diantara temannya juga mengenalku.
Kami berangkat jam 05.00 pagi, dan sampai diatas bukit 3 jam setelahnya.
"Mau berpencar? Aku ingin kesana dengan Ray."
Akhirnya kami ber-enam berpencar. Aku dan Badai tetap ditempat, diatas bukit sambil melihat pemandangan yang memang jarang sekali kami lihat.
"Indah...." Kataku.
"Iya, sepertimu." Kau menggombal.
"Minggu depan, aku sudah menjadi anak SMA dan kau kuliah. Usia kita terpaut jauh sekali." Aku memulai.
"Jauh? hanya berbeda tiga tahun. Apa salahnya?" Kau menenangkan tanpa mempermasalahkan.
"Kau terlalu tua." Aku meledek.
"Jadi, kau tak suka dengan yang tua?"
"Kenapa kau menyukaiku?" Aku mengalihkan, pertanyaan yang telah lama bergelayut dipikiranku.
"Tanpa alasan. Dan aku tak mau dengan alasan, karena saat aku mencintai atau menyukai dengan alasan, dan saat alasan itu hilang, maka cintakupun hilang." Kau merangkai kata-kata itu.

***
3 bulan, waktu yang lumayan singkat untukku mengenal Badai setelah peresmian hubungan kami. Dia memang selalu meluangkan waktunya untukku. Dia juga selalu mengenalkanku pada teman-temannya, membanggakanku. Meski terdengar berlebihan. Dia juga selalu mengundangku untuk menonton pertandingan basket yang sedang dia ikuti. Pernah suatu kali, saat dia sedang mengikuti lomba basket. Dengan tubuh yang berkeringat sangat banyak. dia menghampiriku dipinggir lapangan, memelukku tanpa meminta izin.
"Day, aku tidak kuat lag. Dadaku sesak, Day." Katamu seraya memegang dadamu masih dalam pelukanku. Aku yang panik langsung meminta tolong pelatihmu untuk membawamu kerumah sakit.
Asma-mu kambuh. itu kata dokter. Kau terlalu banyak berlatih tanpa memperhatikan kondisimu. aku bahkan tak mengerti kenapa kau seperti ini.
Tapi, tak lama setelah itu, kau sudah kembali pulih.

7 hari setelah kepulanganmu dari rumah sakit.
Aku tak menghubungimu sejak seminggu lalu. Aku disibukkan dengan tugas-tugas dan persiapan ulangan semester. Aku juga tak tahu kabarmu setelah kau pulang dari rumah sakit. Pesan singkat darimu bahkan tak sempat kubalas karena kesibukanku, tidurku juga sangat minim. Padahal, ini baru SMA.
Sampai akhirnya, saat aku sedang melakukan observasi dirumah warga, kau menelponku.
Badai : Kau dimana? Tak ada kabar? Pesanku tak kau balas? Kau ingin putus? Tolong jangan seperti ini caranya, Day.
Day : Oh maafkan aku, Badai. Aku sedang sibuk. Aku sedang ada dipinggir pantai timur untuk melakukan observasi pada warga. Bisa kita selesaikan urusan ini nanti?
Badai : Baiklah. Temui aku besok malam ditempat saat aku memintamu.
Day : Baiklah.

***
Kau sudah menungguku di tempat janjian kita, dengan kaos biru dan rambut cepak seperti biasanya.
"Maaf lama menunggu, aku baru saja pulang dari pantai timur. Langsung kesini." Aku masih merapikan tas dan barang-barang yang kubawa.
"Day, maaf. Aku tak lagi bisa meneruskan hubungan kita." Itu katamu sambil menunduk.
"Huh? kenapa? Karena aku tak menghubungi selama seminggu?"
"Ya, Day. seharusnya kau memberi kabar dan menjelaskan padaku bahwa kau benar-benar sibuk dan tak ingin diganggu. maka, aku akan mengerti. Tapi, jika seperti ini, aku tak bisa, Day."
"Maaf Badai. Baiklah jika itu yang kau inginkan. aku mengiyakan permintaanmu, karena aku tahu bagaimana berada diposisimu, bukan karena aku sengaja melakukan hal ini agar cepat-cepat putus. setidaknya, kita masih bisa berteman, bukan?"
Hubunganku dan Badai berakhir diusia 3 bulan. Akh. Pacaran macam ini? Sangat sebentar.

***
13 Oktober 2013
"Hahaha, lucu sekali ya cerita lalu kita, Day." katamu.
"Ya, padahal aku benar-benar sangat sibuk saat itu. tapi kau tak mau mengerti. ya itu juga salahku aku tak lebih dulu menghubungimu."
"Day......"
"Ya?"
"Would you start again our relationship?"
aku diam. aku tidak ingin menyakiti perasaanmu. karena saat ini, 2 bulan lagi aku akan melangsungkan pernikahan dengan seorang lelaki yang sudah 3 tahun menjadi kekasihku. maafkan aku Badai. aku memang masih sering mengingatmu. bagaimana tidak? kau orang pertama yang menempati sebuah hati yang kini telah ditempati dengan yang lain nya.
kau berharap.
"Sorry, i hope.... you'll come to my wedding ceremony 2 months."
Dan kau mulai tersenyum pahit meski harus pasrah menerimanya.

Rabu, 11 Juni 2014

BATAS SADARKU


BATAS SADARKU.
            Darimana aku harus memulai?
            Perasaan ini tak pernah dapat tersalurkan dengan baik. Bagaimana bisa? Jika tak ada yang mengerti. Diriku sendiri saja bahkan tidak sama sekali mengerti. Saat kau sudah merasa lelah dengan semuanya? Dengan kepura-puraan tegar yang kau miliki? Ketika batas sadarmu sudah mendekati gila?
            Sepertinya itu aku. Saat malam-mala kau menangis tanpa ada yang mendengar. Berbicara sendiri mengadu pada Tuhan?
            Saat kau lelah dengan apa yang kau cipta sendiri?
            Aku begitu.
            Disaat orang lain hanya bisa berkata SABAR. Apa-apaan? Bisakah kalian sabar jika ada dalam posisiku? Bulshiit jika bisa.
            Jika dapat kusebutkan satu persatu tanpa memperhatikan siapa saja mereka sebenarnya dalam diriku? Dan apa saja peran mereka dalam hidupku? Mungkin sudah ku tuliskan besar-besar.
            Aku ini siapa? Aku butuh apa? inginku apa? Mauku apa? Maumu apa?
            Apa gunaku? Untuk apa aku ada?
            Hah?
            Untuk apa?
            Sial. Kau diam saja tak menjawab.
            Ketika orang yang sangat kau percaya hanya dapat berkata “sabar”?
            Apa-apaan?
            Gila. Sabar macam apalagi?
Aku memang pernah memiliki salah. Jangan maafkan. Tak usah maafkan. Tak penting. Aku tak pernah penting. Satu kali? Dua kali? Bahkan NOL BESAR kalipun tak pernah.
            Saat tiba-tiba tissue-mu habis untuk mengusap anak sungai dipipimu?
            Tengah malam!
            Kau masih terjaga, meski seharusnya jam 3 pagi besok ada rutinitas yang musti kau jalankan dan berbagai kegiatan disekolahmu serta ulangan-ulangan yang kau tak dapat kisi-kisinya karena hanya tersebar digrup kelasmu dan kau tidak tergabung karena tak memilikinya.
            Sialan!!!
            Kasus macam apalagi ini?
            Memang tak ada yang harus disalahkan. Dan bahkan tak ada yang mau disalahkan.
            Lebih sialan lagi.
            Biar saja aku gila. Biar saja batas sadarku hilang.
Biar saja. biar puas sekalian.
            Biar tak ada lagi harapan dalam hatiku agar kalian atau siapapun mengerti mengenai diriku.
            Ingat!
            Tak usah ceritakan apapun jika sama sekali tak mengerti bagaimana soal hatiku.
Ingat!
Tak usah bahas apapun jika tak tahu apa-apa mengenai diri yang kau jatuhkan ini.
Dan aku akan menjadi seorang yang terlahir baru......
Dengan batas sadar yang tidak sempurna.
Dengan batas sadar yang sudah mendekati gila.
Dengan pikiran yang tak semestinya.
Tapi, sebuah hati yang masih berfungsi dengan baik.
Mencintai seseorang yang mungkin akan membuatku semakin lebih tidak waras.
Biarlah......... aku gila saja.