Rabu, 26 Februari 2014
Ini cerita (kritikan) gue
yaaa, bukan karena gue anak SMA sih yaaa. tapi emang kebanyakan pada ngalamin masalah-masalah yang sama kaya gue gitu. gimana enggak? ya iyalah sama. nih masalahnya gini.....................................
1. guru-guru pilih kasih
nih, buat bapak ibu mohon maaf ya. in pendapat doang sih dari aku, hihi. gue engga tahu ini kenapa bisa jadi gini. apa karena zamannya atau karena emang merekanya suka pilih kasih gitu? tapiiiiii dalam arti pilih kasih yang ehm uhm ohm you know lah, yang pinter lebih disayang, yang biasa aja ya dibiasain dan yang ga biasa aja "luar biasa" gitu ya juga di luar biasain. huffft kadang suka ga ngerti sama guru-guru nih. gue ada cerita.
gue punya temen, dia ga pernah punya masalah guru-guru kecuali sama salah satu guru, ketahuan nyontek. dia selalu ngerjain tugas "katanya". tapi, guru-guru cewek jadi pada kaya ngejaga jarak gitu sama dia garagara-nya dia juga engga tahu, dia intropeksi diri juga dia engga ngerti kan ya kalo misalnya ga diingetin. pernah tuh suatu kali, dia telat pagi-pagi dengan baju yang ga dimasukin ke celana, ada guru cewek yang ngeliat, dia langsung dihalangin sambil dimarahin garagara gadimasukin bajunya, yaudah tuh akhirnya dia masukin. eh betapa sakit hatinya dia pas saat itu juga ada kakak kelas yang juga gamasukin baju tapi ga ditegur kaya tuh guru negur temen gue. itu apaan coba? dia mau protes juga gabisa kan ya? sebenernya kesalahan temen gue apasih? ya buat bapak ibu guru kalo kita punya salah tolong diingatkan lah jangan malah didiemin dan dimusuhin kaya gitu, kan kita anak bapak ibu guru ya disekolah. (eh bentar, gue jd keinget sama mukanya temen gue itu, dia anaknya baik, lumayan pendiem kalo sama guru sebenernya. cuman mukanya kalo lagi ngomong sama orang kaya orang nyolotin padahal sebenernya enggak, itu kaliya alasan guruguru cewe begitu? hihi)
2. ikut campur terlalu jauh
nah, ga semuanya sih guru ikut-ikut campur dalam masalah murid, hanya beberapa. ya gue tau sebenernya guru-guru itu sayang sama kita, cuman kan ga seharusnya turun tangan menangani masalah. nih gue punya cerita lagi nih. gue punya temen, dia pacaran sama anak satu sekolahnya. dia ikut organisasi bareng, OSIS. tapi dia juga jarang sih kalo gue liat pacaran disekolah, kesalahannya cuman cowonya dia nembak didepan salah satu guru, jadinya kan kesebar ya? etapi meskipun ga nembak depan cowo kalo pacaran satu sekolah mah siapa aja pasti tahu ya? gatau kenapa hubungan mereka tuh diomongin sama gruu-guru mulu,apa iya karena cewenya terkenal? nah sementara itu ada juga temen gue kelas sebelah, mereka pacaran sekelas malah, kalo temen gue td tuh mending kan ya ga sekelas? temen gue yg kelasnya sebelahan sama gue ini tuh pacarannya gimana ya? kemana-mana bareng, ke ruang guru bareng, ke masjid bareng, ke toilet apa iya bareng juga? waduh hihi piss men gue becanda. nah itu, kenapa yg begitu malah ga diomongin sementara temen gue yang itu diomongin? jujur gue risih kalo ngeliat pacaran kemana-mana selalu berdua. lu tau ga? temen gue itu yang pacarannya diomongin guru sampe putus garagara ikut campurnya guru-guru.ini mah sudah parah bgt, apalagi kalo disisi lain kita juga punya temen yang ternyata pacaran juga tapi ga ditegur.
cerita gue sampe disini aja deh, kalo kebanyakn takut nyinggung. ya gimanapun guru kan ortu kita disekolah, guru juga yang ngasih ilmu ke kita. jadi kita juga tetep patut wajib harus musti kudu ngehormatin mereka kan?
oke men, chayooo mend-temendhquww (alay)
Sabtu, 22 Februari 2014
Rindu Termanis untuk Ayah Tercinta
Rindu Termanis untuk Ayah Tercinta.
Boleh aku bercerita?Tentang pahlawan
terbaik sepanjang masa.Tentang pahlawan terbaik yang tak penah menampakkan
kesedihannya.Tentang pahlawan terbaik yang meluangkan sedikit waktunya dalam
sesibuk apapun keadaannya.Tentang pahlawan terbaik yang menyimpan cinta
terpendamnya didalam hatinya.Tentang pahlawan terbaik yang kupanggil dia dengan
sebutan paling indah, “Ayah”.
Bagaimana bisa aku melupakan semua
cinta ayah yang selalu ia torehkan saat bersamaku? Aku, yang memilih untuk
bertransmigrasi ke Jakarta dengan tujuan mencari ilmu dan mencari pengalaman
agar mendapat hidup yang lebih baik, tinggal dengan saudara kandung ayahku, pakpuh. Aku, yang tiba-tiba sering
memendam rasa rindu didalam hati untuk keluargaku jauh dikampung Madura sana.
Aku, yang sangat merindukan dia. Dia ayahku yang paling hebat.
Sembilan tahun lalu…
“Kalau mau nulis puisi itu harus
dengan hati, kalau hati kamu tenang, buat menulis juga akan tenang, tulisanmu
bagus, Nak.Sama saja dengan menulis cerita. Engga boleh menulis dengan perasaan
emosi, kalau kamu menulis dengan rasa emosi, sebal, tulisanmu tidak akan
bernyawa. Tidak akan hidup.” Tutur ayah.
“Maksudnya Yah? Memangnya tulisan
bisa hidup?” tanyaku polos. Kata-kata yang tak kumengerti di usia 7 tahun.
“Iya. Tulisan itu akan bernyawa
kalau kamu meniupkan roh, karena kamu yang menulisnya. Tulisan yang bernyawa
itu terlihat seperti sesungguhnya. Kamu belajar aja menulis terus, nanti kamu
juga ngerti sendiri, Nak.” Ayah mengacak rambutku. Kebiasaan ayah yang sangat
kusukai.
Ayah juga mengajarkanku membaca
puisi yang benar.
“Membaca puisi itu sama halnya
dengan menulis, Sayang.Kamu harus tenang, harus siap mental, harus bisa
menguasai audiens, dan harus bisa menguasai puisi yang kamu bawakan.”
“Iya Ayah.Tyas mengerti.”
“Sebelum membaca puisi, tatap semua
audiens, agar audiens merasa dihargai dan mereka juga menghargai kamu.”
Selalu kuterapkan ilmu yang ayah
berikan itu. Ayah benar, beberapa kali aku mendapat penghargaan dalam bidang
ini. Ada bayangan ayah setiap kali aku memulai untuk membaca dan menulis, tak
lain dan tak bukan karena ayah-lah yang mengajariku cara-cara menulis dan
membaca puisi. Ayah yang membuat bakatku mampu kutampilkan tanpa rasa canggung
didepan umum.Membuat aku menjadi pemberani dalam menunjukkan
kreatifitasku.Ayah.

Delapan tahun lalu…
“Naik-naik ke puncak
gunung tinggi-tinggi sekali
Naik-naik
ke puncak gunung tinggi tinggi sekali
Kiri
kanan ku lihat saja banyak pohon cemara”
Lagu
yang hampir setiap pagi ayah nyanyikan bersamaku ketika berkeliling komplek
perumahan.Ya. Ayah selalu menyempatkan waktunya ditengah kesibukannya untuk
menemaniku meski hanya sekedar berjalan-jalan. Ayah menggandeng tanganku. Ayah
juga mengajakku untuk menghitung setiap langkah agar aku lancar menghitung.
Satu alasan yang membuatku memiliki
hobi menyanyi saat ini.Ayah.lagi-lagi ayah yang mengajariku. Banyak sekali yang
ayah ajarkan, sehingga aku memiliki banyak prestasi disetiap bidangnya.
Saat aku masuk Sekolah Dasar, setiap
hari selepas pulang kerja, ayah selalu menanyakan padaku.
“Bagaimana disekolah, sayang?”
“Baik, Yah. Enggak ada kesulitan.”
Begitu jawabku.
Ayah juga sering mengontrol
buku-buku pelajaranku, dan mengontrol nilai-nilaiku. Kalau ayah tahu aku
mendapat nilai yang kurang baik, maka ayah akan memintaku untuk belajar dikamar
dan akan memberikan soal-soal latihan setelah aku selesai belajar. Itulah
ayah.yang selalu berusaha membuatku menjadi yang terbaik.
Setahun lalu…
“Tentukan
pilihanmu, Nak.Kamu mau sekolah dimana nanti?”Ayah, menanyakan bagaimana
keputusanku saat sedang duduk berdua diruang tamu.
“Tyas masih bingung, Yah. Belum tahu
pilihannya.” Aku menjawab dengan nada tak ada kepastian.
“Ya, kelulusan SMP kan sudah
sebentar lagi.Kamu harus cepet-cepet buat keputusan, biar enggak keburu
nantinya.”
“Iya Ayah.Nanti juga Tyas sholat
istikharah biar dapet mana yang terbaik.”
“Begini, kalau nanti pilihanmu di
Jawa, belajarmu harus lebih rajin.20 kali lipat dari sekarang, karena Jawa dan
Madura itu berbeda.Lingkungannya pun berbeda. Kalau nanti pilihanmu di Jakarta,
belajarmu harus 30 kali lipat dari biasanya, karena Jakarta, Jawa
dan Madura itu sangat berbeda. Banyak saingan dan kamu harus tetap bisa
menunjukkan yang terbaik.”Nasihat Ayah.
Ayah.Seseorang yang selalu mendukung
pilihan-pilihanku.Ayah.Seseorang yang selalu memberi kritik terbaik dan mudah
kupahami untuk dapat dengan cepat aku mengintropeksi diri. Sangat berat memang
melepaskan kebiasaanku di Madura untuk memilih pergi ke kota, meski alasannya adalah
melanjutkan sekolah. Tak banyak yang pergi jauh dari orangtuanya untuk mencari
ilmu, apalagi di usia yang baru 15 tahun ini. Biasanya, banyak kakak kelas yang
kukenal mulai meninggalkan rumah untuk mencari ilmu saat mereka sudah kuliah,
sedangkan aku, saat masuk SMA.
Tak lama setelah perbincangan dengan
ayah itu, aku mendapat petunjuk dari Allah karena shalat istikharah yang telah
kulakukan 2x. aku bermimpi bermain bersama kakak sepupuku di Jakarta, apakah
itu artinya Allah menuntunku untuk ke Jakarta. Agar tak salah mengartikannya,
aku menanyakannya pada guru agama-ku, Pak Jami’an.
“Assalamualaikum Bapak, saya mau
bertanya.”
“Waalaikumsalam. Iya Tyas, mau Tanya
apa?”
“Kemarin, saya sudah melakukan
shalat istikharah dua kali, Pak. Seperti yang bapak ajarkan. Semalam, saya
bermimpi bermain bersama kakak sepupu saya di Jakarta, pak. Apakah maksud dari
mimpi itu ya, pak?” tanyaku.
“Ya menurut bapak, jawabannya di
Jakarta.Kalau kamu masih ragu, kamu bisa shalat lagi untuk memantapkan pilihan
kamu itu. Jangan sampai kamu ragu, karena ini untuk masa depan kamu.”
“Baik pak.Terimakasih.”
Jakarta. Apakah ini jawabannya?Aku
memantapkan hati.Ini bukan hanya pilihanku, tetapi ini juga pilihan Allah.Pasti
Allah menyiapkan sesuatu yang baik untukku nanti disana.Sampainya dirumah, aku
menceritakan hal ini pada Ayah.
“Wah, kalau kamu sudah yakin. Kalau
kamu sudah pas dengan pilihan kamu, sekarang juga ayah akan hubungi Pakpuh ya. Biar nanti Pakpuh cepat-cepat ngurus, biar nanti
ngga keburu. Karena semuanya akan berantakan kalau keburu. Kan urusannya pakpuh bukan cuman kamu aja, tetapi ada
urusan pekerjaan.”
Aku mengangguk cepat.
“Iya Ayah.”
Sejak aku mengatakan pilihanku, aku
lebih sering melamun. Entah apa yang kulamunkan. Padahal aku sangat senang
dengan apa yang kupilih. Mungkin aku hanya belum terbiasa dengan apa yang akan
aku hadapi nanti. Tanpa sosok keluarga yang menemaniku, meski mereka selalu ada
dalam hatiku.
Hari itu tiba.Dimana aku harus pergi
ke Jakarta.Ayah, Ibu dan kedua adik laki-lakiku mengantarkanku.Tinggal dua adik
perempuanku yang dirumah.
“Mbak berangkat ya, Sayang?
Assalamualaikum.” Aku berpamitan pada keduanya, mencium kening mereka.Kulihat
airmata dikedua pipinya.Allah.Dosa ya aku membuat adik-adik tercintaku menangis
sesenggukan seperti itu? Akankah aku melihat tangis lagi dipipi adik
laki-lakiku serta Ayah dan Ibu? Jangan.Ini bukan perpisahan.
Ayah dan Ibu mengantarku ke Jakarta
hanya beberapa hari. 4 hari tepatnya.Melepasnya saja aku tak kuasa menahan
tangis.Aku yang terbiasa dengan mereka tiba-tiba harus membiasakan diri dengan
hal baru, tanpa ayah dan ibu.
Aku sering mengingat moment-moment
kecil bersama keluargaku.Terutama ayah.Aku ingat dulu saat aku masih di
Madura.Banyak moment terindah yang kuhabiskan berdua dengan ayah.Aku sangat
dekat dengan ayah, maklum lah, ibu lebih dekat dengan adik-adikku.Karena
adik-adikku juga masih kecil-kecil.
Aku sangat ingat waktu aku duduk
dibangku sekolah dasar kelas satu. Ayah memberiku uang saku yang lebih sedikit
dari teman-teman. Ketika aku memprotes dengan membandingkannya dengan
temna-teman yang lain, ayah menjawabnya santai.
“Jangan banyak jajan.Uangnya kan
ditabung, biar nanti lama-lama menjadi bukit.”
Aku juga ingat, saat aku kelas 8
SMP. Teman-temanku mulai menggunakan sepeda motor matic dan helm yang bagus,
sedangkan aku menggunakan sepeda motor kantor milik Negara yang dipinjamkan
kepada ayah dan helm seadanya. Sering mendapat ledekan dari teman-teman, tetapi
aku tak patah hati.
“Masih jaman Yas naik sepeda motor
kantor? Ngga malu?” dan aku hanya bisa diam dan tersenyum.
“Ayah, tadi temen-temen ngeledek
gara-gara Tyas naik sepeda motor punya ayah.mereka ngeledek. Mentang-mentang
mereka punya sepeda motor bagus, punya helm bagus. Tapi Tyas engga punya.” Aku
mulai ngambek.
“Tyas, kamu sekarang masih sekolah.
Buat apa bergaya tapi pakai uang orangtua? Apa itu tidak lebih malu, Nak? Lebih
baik bergaya pakai uang sendiri nanti kalau sudah kerja.Pasti lebih
membanggakan. Nggak pantes dong kalau sekarang bergaya pakai kepunyaan orangtua
terus dibanggakan.” Aku mulai mengerti maksud ayah.aku juga tidak pernah lagi
memprotes ayah. karena ayah mengajarkanku arti kesederhanaan.
Ayah,
yang pertama kali mengajariku membaca puisi sehingga aku meraih banyak prestasi
dibidang ini.Ayah, yang mengajariku menjadi pemberani sehingga aku berani
tampil didepan umum menunjukkan bakat-bakatku.Ayah, yang mengajariku menulis
sehingga aku bisa menuliskan banyak cerita tentang kehebatannya.Ayah, yang
mengajariku bernyanyi sehingga aku bisa mencairkan suasana hatiku lewat
lagu.Ayah, yang mengajarkan banyak ilmu-nya untukku, yang tak pernah bisa aku
lupakan.
“Tyas sayang ayah”
Langganan:
Komentar (Atom)